Jakarta (ANTARA News) - Keterbatasan teknologi atau peralatan gedung teater di Indonesia menjadi tantangan berat bagi skenografi drama di Tanah Air. Permainan teater, terutama realis, sulit dicapai secara sempurna karena teknologi panggung di Indonesia tidak bisa mengimbangi tuntutan naskah drama, kata skenograf Syaeful Anwar di Jakarta, Senin. Skenograf yang juga pengajar di Fakultas Film dan Televisi (FFTV) Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu mengatakan kualitas sumber daya manusia Indonesia juga tidak seberapa, diperparah dengan keterbatasan infrastruktur pertunjukan merupakan hambatan terbesar bagi para skenograf. Padahal, kecenderungan teater realis adalah menampilkan konsep yang ada di naskah seperti kehidupan apa adanya. "Teater realis akan menuntut ketersediaan gedung yang dilengkapi dengan fasilitas tata panggung yang memadahi," katanya. Dicontohkannya perpindahan set dan visualisasi efek terbang dapat dilakukan dengan mudah di beberapa gedung teater di Perancis karena ketersediaan alat. "Di salah satu gedung teater di Perancis, Mogador, mudah sekali membuat pemain terbang atau turun dari atas karena ada alat yang digerakkan dengan mesin," kata kandidat Doktor bidang Sinematografi di Universiti Sorbone Mouvelle Paris III itu. Menurut dia, kondisi gedung teater di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan gedung serupa di Eropa. Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Graha Bhakti Budaya (GBB), dan Teater Tanah Airku (TTA) yang sering disebut sebagai yang terbaik, belum memiliki fasilitas yang mendukung. "Untuk membuat efek terbang, harus ditarik dengan orang," katanya membandingkan. Selain itu, katanya, paradigma teater sebagai pekerjaan juga belum membudaya di Indonesia. Hal itu berbeda dengan apa yang terjadi di luar negeri yang pekerja teaternya diberi gaji dan subsidi yang cukup oleh pemerintah. Paradigma teater sebagai pekerjaan itu dengan sendirinya akan membangkitkan semangat untuk memperbaiki teater, termasuk melengkapi gedung teater dengan berbagai peralatan yang berkualitas, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007