Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menargetkan ekspor non migas ke Jepang naik 100 persen pada 2010 menjadi sembilan miliar dolar AS menyusul akan ditandatanganinya detail Perjanjian Kemitraan Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEPA) April 2007. "Pada 2010 setidaknya ekspor non migas harus meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2005 yang mencapai 4,5 miliar dolar AS," kata Staf Ahli Menperin Bidang Penguatan Struktur Industri Achdiat Atmawinata kepada ANTARA News di Jakarta, Rabu. Ia menilai peningkatan ekspor non migas tersebut penting untuk membuktikan manfaat dari EPA bagi Indonesia, terutama dalam penguatan kinerja industri di dalam negeri memasuki pasar Jepang yang marak dengan berbagai hambatan non tarif, seperti standarisasi kualitas. Selama ini, lanjut Achdiat, ekspor Indonesia ke Jepang lebih banyak diisi oleh produk minyak dan gas (migas) seperti LNG. Pada 2005 dari total ekspor Indonesia sekitar 20,7 miliar dolar AS, ekspor non migas hanya 4,5 miliar dolar AS dan sisanya merupakan ekspor migas. Sedangkan, ekspor non migas Indonesia ke Jepang juga kebanyakan bukan produk manufaktur yang berkualitas tinggi, tapi produk berteknologi rendah bahkan sebagian besar juga kebanyakan produk primer pertanian, perikanan, dan kehutanan. "Kebanyakan ekspor non migas berasal dari HS 40 (karet), 44 (kayu), 64 (sepatu), 75 (nikel), 76 (aluminium), 94 (furniture), 16 (produk perikanan)," katanya. Achdiat mengatakan pihaknya mengharapkan JIEPA tidak hanya membuka pasar bagi kedua negara, tapi juga meningkatkan peranan Jepang membantu industri di Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mengakses tidak hanya pasar Jepang tapi juga global. Peningkatan kemampuan tersebut, kata dia, terutama pada naiknya ketrampilan industri di dalam negeri dalam memenuhi standar efisiensi, mutu dan pengiriman yang tepat waktu (QCD). "JIEPA merupakan kemitraan yang asimetris, karena perbedaan kemampuan Jepang yang begitu tinggi dibandingkan Indonesia, sehingga kami berharap Jepang mau membantu peningkatan kapabilitas industri di Indonesia," ujarnya. Menurut Achdiat, peningkatan kapabilitas industri di Indonesia juga penting bagi Jepang, agar industri di Indonesia mampu berkembang dan menyerap tenaga kerja lebih banyak sehingga daya beli masyarakat Indonesia yang besar bisa meningkat. "Kalau daya beli masyarakat Indonesia meningkat, maka Jepang juga akan untung, karena produk Jepang baik yang sudah memiliki basis produksi di sini, maupun impor langsung dari Jepang bisa dibeli mereka. Selama daya beli lemah, konsumen Indonesia akan lebih memilih produk China," ujar Achdiat. Lebih jauh ia mengatakan Indonesia sendiri mengharapkan dengan JIEPA perdagangan kedua negara akan meningkat mencapai 65 miliar dolar AS pada 2010, naik lebih dari 100 persen dibandingkan 2005 yang mencapai sekitar 30 miliar dolar AS.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007