Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI Miryam S Haryani mengatakan bahwa keinginan Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Kepala Daerah untuk menciptakan demokrasi yang lebih baik dengan menghilangkan politik dinasti pupus sudah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sudah tentu pihak yang sangat dirugikan dengan keputusan MK ini adalah Rakyat Indonesia, sebab mereka akan kembali kehilangan kesempatan dalam memunculkan alternatif pemimpin pilihan yang ideal dan sesuai harapan mereka dalam pilkada akibat adanya dinasti ini

“Mimpi kami untuk membangun demokrasi yang lebih substansial dan berkualitas ini akhirnya harus dikubur dengan adanya putusan MK ini,” kata Miryam dalam rilis yang diterima ANTARA News, Jakarta, Sabtu.

Sebagai mantan anggota Panitia Khusus Pilkada, Miryam menyatakan, saat Pansus menyusun RUU Pilkada, Pansus diteror oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan pasal ini dihapuskan.

“Pasal ini akhirnya menjadi sebuah keputusan yang kita ambil di Pansus dulu karena kami ingin membangun demokrasi yang jauh lebih substansial serta menjadikan kontestasi dalam pilkada lebih terbuka,” kata anggota DPR RI dari Partai Hanura itu.

Selama ini, sebutnya, pilkada cenderung hanya menjadi ruang segelintir orang yang punya akses kuat dalam dunia politik termasuk petahana dalam rangka melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya.

“Padahal jika kami mau egois maka partai politik tidak akan mau mengambil resiko ini, namun demi kepentingan bangsa yang lebih besar akhirnya kami bersepakat utk membatasi adanya dinasti,” ujar Miryam.

Pun demikian halnya dengan PNS harus mundur agar menjaga netralitas birokrasi dalam pilkada. Karena selama ini yang dikeluhkan banyak kalangan adalah ketidakmampuan birokrasi bersikap netral dalam setiap pelaksanaan pilkada.

Ia mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi yang menggugurkan aturan mengenai pembatasan politik dinasti menjadi catatan tersendiri khususnya dalam hal membangun demokrasi yang sehat dan berkemajuan.

“Tapi kali ini nampaknya MK terlalu takut mengambil keputusan diluar frame hukum yang sudah menjadi kebiasaan, padahal pimpinan MK sebelumnya sudah sering mencontohkan itu namun tidak dijadikan pertimbangan dan pelajaran,” katanya.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015