Kami hidup dalam kondisi putus-asa. Kami khawatir dengan masa depan kami
Beirut (ANTARA News) - Salwa al-Ali, orang Suriah yang kehilangan tempat tinggal, menggendong anaknya yang menderita kanker paru-paru dan memandangi wajah anaknya yang pucat seperti tanda kematian secara perlahan.

Keluarga Salwa al-Ali hidup bersama lima anak di satu ruang sederhana di perbukitan di sebelah barat Kota Kecil Saghbin di Lembah Bekaa di Lebanon. Ia merenungkan cara meringankan penderitaan anaknya dan bertanya-tanya apa yang bisa dilakukan untuk anaknya, sedangkan perempuan itu bahkan tak bisa membayar dokter untuk mengobati anaknya.

Salwa kehilangan suaminya dalam pertempuran di Idlib, Suriah, dua tahun lalu. Harapannya sirna untuk bisa membawa anaknya ke rumah sakit karena biaya pengobatan tersebut jauh dari jangkauannya.

"Semua dokter mengatakan anak saya mesti dibawa ke rumah sakit khusus. Tapi untuk itu, saya harus membayar 5.000 dolar AS dan saya tak mungkin memperoleh uang sebanyak itu setelah dihentikannya operasi lembaga bantuan," kata Salwa baru-baru ini kepada Xinhua, Jumat pagi.

Sementara itu, Abou Ahmad Hassan Al-Khoueiry, pengungsi dari Aleppo, kehilangan putrinya tahun lalu, setelah anak tersebut didiagnosis menderita infeksi paru-paru parah.

"Ribuan pengungsi Suriah berada di jalan menuju kematian akibat kurangnya perawatan kesehatan yang diperlukan. Yang menambah parah keadaan ialah ketidak-mampuan Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR)," katanya.

Menurut UNHCR, Lebanon menampung sebanyak 1,2 juta pengungsi Suriah dan menghadapi beban sangat berat dalam menyediakan kebutuhan dasar buat mereka.

Berkurangnya bantuan internasional menjadi pukulan bagi pengungsi Suriah di Lebanon, dan kartu pendaftaran yang diberikan kepada pengungsi tak mengizinkan pasien kanker atau mereka yang didiagnosis menderita penyakit kronis untuk memperoleh perawatan medis.

"Kami hidup dalam kondisi putus-asa. Kami khawatir dengan masa depan kami," kata Hassiba Al-Hassan, pengungsi dari permukiman di Ibu Kota Suriah, Damaskus, kepada Xinhua.

Wanita tersebut mengatakan nama banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal telah dihapus dari daftar bantuan makanan. "Kami diberitahu keluarga Suriah yang dihapus dari daftar berjumlah 3.000 keluarga setiap bulan."

Di gerbang utama salah satu rumah sakit Bekaa, Walid Al-Oreiji, anak Suriah yang berusia 10 tahun, meninggal setelah rumah sakit menolak untuk mengobati penyakit gagal ginjal yang dideritanya.

(Uu.C003)

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015