Jakarta (ANTARA News) - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan kepada mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno.

Ketua jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto juga meminta majelis hakim mewajibkan Waryono membayar uang pengganti Rp150 juta subsider satu tahun kurungan saat membacakan tuntutan di Pangadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.

Menurut jaksa, Waryono terbukti merugikan keuangan negara hingga Rp11,124 miliar, memberikan uang 140 ribu dolar AS kepada politikus Sutan Bhatoegana dan menerima uang 284.862 dolar AS.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah. Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, sudah cukup berusia dan hanya menikmati Rp150 juta dari total kerugian negara sebesar Rp11,12 miliar," kata Fitroh.

Dalam surat tuntutannya, jaksa KPK menyatakan Waryono mengangkat Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sri Utami sebagai koordinator kegiatan satuan kerja Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM agar seluruh kegiatan unit itu dikendalikan Sri.

Di antara kegiatan yang ditangani Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM tahun 2012 ada sosialisai sektor energi dan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, sepeda sehat untuk sosialisasi hemat energi serta perawatan gedung kantor Sekretariat Jenderal ESDM.

Kegiatan sosialisasi sektor BBM bersubsidi anggaran awalnya Rp5,3 miliar. Namun agar bisa dilakukan penunjukkan langsung, kegiatan dipecah menjadi 48 paket anggaran dengan nilai anggaran Rp100 juta.

"Kegiatan itu pun fiktif karena hanya dengan membuat laporan pertanggungjawaban dan membuat perusahaan seolah-olah pelaksana kegiatan termasuk membuat foto seolah-olah di beberapa kota padahal hanya dibuat di wilayah sekitar Jakarta," ungkap jaksa.

Kegiatan sepeda sehat untuk sosialisai hemat energi anggarannya Rp4,175 miliar dan rencananya dilaksanakan dalam enam paket namun oleh Sri Utami dipecah menjadi 35 paket dengan nilai Rp100 juta.

"Kegiatan tersebut hanya membuat laporan pertanggungjawaban dan panggung di beberapa lapangan yang didirikan empat panggung yang di-setting sedemikian rupa sehingga seolah-olah dilaksanakan di enam kota," ungkap jaksa.

Sementara perawatan gedung kantor Sekretariat Jenderal ESDM tahun 2012 anggarannya Rp37,817 miliar, namun hanya Rp17,548 miliar yang digunakan.

"Dana untuk melaksanakan adalah uang negara tapi dalam pelaksanananya berdasarkan perhitungan BPKP timbul kerugian negara mencapai 11,124 miliar," jelas jaksa.

"Dengan dalih anggaran rendah padahal banyak kegiatan Setjen yang tidak dibiayai ABPN, terdakwa terbukti menyalahgunakan kewenangan sehingga sosialisasi sektor energi dan kegiatan sepeda sehat hanya kegiatan fiktif, sedangkan renovasi gedung tidak maksimal," ungkap jaksa.

Selain itu, menurut jaksa, ada kegiatan di luar APBN seperti biaya mingguan atau insidentil Rp200 juta sampai Rp1 miliar tergantung kebutuhan masing-masing direktur, kepala badan, dan ajudan menteri; pencitraan melalui organisasi masyarakat, BEM, HMI, GP Ansor, Laksi dan wartawan; pemberian tunjangan hari raya kepada keprotokolan menteri, wakil menteri, RI 1, RI 2; bermain golf setiap Kamis serta bantuan sosial.

Waryono menyangkal memerintahkan Sri Utami mengumpulkan dana tapi menurut jaksa bantahan tersebut tidak didukung dua alat bukti.

"Banyak saksi tahu ada pengumpulan dana oleh Sri Utami, Sri Utami juga pernah melaporkan pengumpulan dana tersebut dalam rapat inti pada Januari 2013 untuk pencitraan menteri di media dan kegiatan lain yang tidak ada alokasi dalam anggaran di Kementerian ESDM," jelas jaksa.

Dari ketiga kegiatan tersebut, menurut jaksa, Waryono mendapat keuntungan Rp150 juta dan juga memperkaya sejumlah pihak.

Menurut jaksa, Waryono juga terbukti memberikan 140 ribu dolar AS (sekitar Rp1,6 miliar) kepada mantan Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana agar Sutan dapat mempengaruhi  anggota komisinya dalam pembahasan dan penetapan asumsi dasar migas dan subsidi listrik di APBN-Perubahan 2013 serta pengantar pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian dan Lembaga APBN-P 2013 di Kementerian ESDM.

Waryono juga dinilai terbukti menerima gratifikasi 284.862 dolar AS.

"Meski terdakwa menerangkan 284.862 dolar AS itu diperoleh dengan cara yang sah yaitu sewa apartemen, tiket pergi ke luar negeri dan honor tim tapi tidak didukung bukti-bukti," kata jaksa.

"Tidak logis juga mengatakan uang itu dikumpulkan untuk pengobatan istri terdakwa ke Singapura karena terdakwa sudah punya harta dan uang itu juga tidak ada dalam laporan LHKPN terdakwa pada 2014 sehingga unsur menerima pemberian terbukti," ungkap jaksa.

Atas tuntutan tersebut, Waryono berharap hakim dapat memutuskan secara adil dan benar.

"Saya hanya menyampaikan innalillahi wa innalillahi rojiun. Astaghfirullah saya kaget juga, apapun ini saya akan coba pelajari bersama penasihat hukum saya dan dari kami semoga dibukakan pintu hati untuk penetapan ini dengan seadil-adilnya dan sebenar-benarnya," kata Waryono.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015