Jakarta (ANTARA News) - Perancang perak kelas dunia Nyoman Desak Suarti bercita-cita meneruskan keterampilann merancang perhiasan perak berhias motif nusantara pada generasi muda melalui pendidikan.

"Saya ingin bikin sekolah jewelry, bagaimana cara membuatnya hingga cara menjualnya," kata Suarti usai peluncuran biografi "The Warrior Daughter" di Jakarta, Rabu.

Pemilik yayasan Luh Luwih yang menjadi pembibitan untuk memainkan alat-alat seni Bali, menari dan melukis itu menegaskan kekayaan budaya Indonesia adalah modal untuk membuat perhiasan yang disukai di mancanegara.

Selama dua tahun berbisnis perak, seniman itu mengaku baru mengeksplorasi sebagian dari kekayaan budaya Indonesia yang dijadikan inspirasi motif yang dihadirkan dalam karya-karyanya.

"Saya tidak pernah kekurangan ide selama dua puluh tahun," ungkap perempuan kelahiran 25 Mei 1958.

Darah seni memang mengalir dalam diri Suarti. Sang ayah, Dewa Putu Sugi, adalah pelukis yang pernah berguru pada Rudolf Bonnet, pelukis kenamaan Belanda. Ibunya Jero Gambir, seorang pemain Arja, yakni opera drama tradisi.

Suarti kecil tinggal di Pengosekan, Gianyar, Bali. Sejak belia dia mulai diajari menari oleh neneknya Jero Nesa, penari legong generasi pertama. Kemampuan tari Bali Suarti membuatnya membawanya berkeliling dunia sebagai pengajar di beberapa negara, seperti Australia dan Singapura.

Suarti berkesempatan tinggal di New York di mana dia memutuskan untuk belajar desain di New York University, suatu titik awal karirnya sebagai perajin perak yang menembus pasar internasional.

Kisah hidup Suarti diabadikan dalam bentuk biografi oleh Happy Salma yang berjudul "The Warrior Daughter" yang diluncurkan di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Rabu.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015