Jakarta (ANTARA News) - Ketimbang mempersoalkan perlu tidaknya sanksi dalam kasus hadirnya Ketua DPR RI, Setya Novanto dan beberapa pihak lainnya dalam kampanye politik bakal calon presiden Amerika Serikat, sebagian kalangan di tanah air justru menyoroti transparansi anggaran kunjungan kerja DPR selama ini, salah satunya pengamat politik Ray Rangkuti.

"Saya menekankan aspek transparansi. Persoalannya bukan soal sanksi, tetapi transparansi dan akuntabilitas mereka (pimpinan DPR) dalam penggunaan uang negara," ujar dia kepada ANTARA News, Kamis.

Ray mengatakan, selama ini keterbukaan DPR soal anggaran khususnya kunjungan kerja nihil. Padahal, kata dia, sesuatu yang bisa dihitung dan diduga seharusnya diperlihatkan pada publik, misalnya melalui website DPR.

"Keterbukaan soal anggaran memang tidak ada. Cek saja di website DPR. Sekarang saja, pimpinan DPR pergi sampai 14 orang baru ketahuan sekarang. Sesuatu yang bisa dihitung dan diduga seharusnya ditampilkan di website DPR. Supaya masyarakat tahu," kata dia.

Selain soal anggaran, kata dia, transparansi juga berlaku untuk jumlah orang yang melakukan kunjungan kerja, bahkan negara mana saja yang menjadi tujuan.

",...seharusnya dijelaskan jumlah anggota berapa, budget anggarannya berapa. Baru ketahuan setelah ada masalah. Memang semestinya sudah ada data misalnya dalam setahun sudah berapa kali kunjungan, ke mana saja," tutur Ray.

Hal ini, menurut dia menyangkut manajemen dalam DPR, yang seharusnya berdasar pada prinsip keinginan untuk melakukan transparansi.

"Semangat ini yang tidak ada. Akibatnya transparansi di DPR tidak ada. Sebetulnya bisa dihitung, berapa budget negara untuk kepentingan transportasi dan akomodasi pihak DPR berpergian ke luar negeri," kata dia.

Sementara itu, Wanda Ayu (26), mengaku lebih menyoroti perlu tidaknya pihak DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, ketimbang kehadiran pimpinan DPR dalam sebuah kampanye politik.  

"Yang harusnya dibahas itu lebih ke sebenarnya perlu tidak sih DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri? Ada manfaatnya tidak untuk negara? Kalau iya, seberapa besar," kata dia dalam kesempatan berbeda.

Menurut dia, munculnya pimpinan DPR dalam kampanye politik bakal calon presiden menunjukkan ketidakjelasan agenda serta tujuan kunjungan kerja DPR.

"Menurut saya, Ketua DPR bisa seperti itu karena agenda di sana juga mungkin tidak jelas, tidak jelas tujuannya. Makanya dia sampai bisa datang ke acara kampanye Donald Trump," ungkap Alumnus Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015