Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI Syarief Hasan mengatakan duta besar Indonesia untuk negara asing merupakan pintu gerbang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga wajib memiliki wawasan menyeluruh di berbagai sektor kebangsaan.

"Dubes itu kan pintu gerbang, representasi pemerintah. Dia harus mengusai bidang sosial, ekonomi, politik, hukum dan HAM, dia harus tahu semua," kata legislator itu di gedung parlemen, Jakarta, Kamis.

Wawasan kebangsaan diperlukan seorang duta besar karena dia harus mampu menjawab segala pertanyaan negara lain mengenai Indonesia.

Menurut Syarief, hal ini lah yang menjadi tantangan bagi puluhan calon duta besar yang kini tengah menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan di parlemen.

Syarief mengaku tidak mempersoalkan latar belakang calon dubes yang disodorkan Presiden Jokowi. Meskipun demikian, menurut dia, sebaiknya jumlah calon dubes yang berasal dari kementerian luar negeri lebih besar dibandingkan yang non-karier.

"Tentunya profesionalisme dalam menduduki jabatan itu harus menjadi perhatian. Kalau kebanyakan orang luar dibanding karier, rugi juga. Kasihan orang-orang yang meniti karier dari awal, kan (mereka) iming-imingnya jadi dubes," tutur dia.

Sejauh ini Presiden Jokowi telah menyodorkan 33 nama calon duta besar Indonesia untuk negara sahabat. Seluruh calon duta besar itu menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI 14-17 September 2015.

Ke-33 nama itu adalah:

1. Hasan Bagis, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab;

2. Safira Machrusah, Alffer, Aljazira;

3. Bambang Antarikso, Baghdad, Irak;

4. Husnan Bey Fananie, Baku, Azerbaijan;

5. Ahmad Rusdi, Bangkok, Thailand;

6. Yuri Octavian Thamrin, Brussel, Belgia dan merangkap Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa;

7. Helmy Fauzi, Kairo, Mesir;

8. Mayjen TNI (Pur) Mochammad Luthfie Wittoeng, Caracas, Venezuela;

9. Mansyur Pangeran, Dakar, Senegal;

10. I Gusti Agung Wesaka Puja, Den Haag, Belanda merangkap OPCW;

11. Marsekal Madya TNI (Pur) Muhammad Basri Sidehabi, Doha, Qatar;

12. Ibnu Hadi, Hanoi, Viietnam;

13. Alfred Tanduk Palembangan, Havana, Kuba;

14. Wiwiek Setyawati Firman, Helsinski, Finlandia;

15. Iwan Suyudhie Amri, Islamabad, Pakistan;

16. Muhammad Ibnu Said, Kopenhagen, Denmark;

17. Rizal Sukma, London untuk Inggris dan Irlandia;

18. Tito Dos Santos Baptista, Maputo, Mozambique;

19. Mohammad Wahid Supriyadi, Moscow, Rusia;

20. Musthofa Taufik Abdul Latif, Muscat, Oman;

21. R Soehardjono Sastromihardjo, Nairobi, Kenya;

22. Marsekal Madya TNI (Pur) Budhy Santoso, Panama City, Panama;

23. Dian Triansyah Djani, New York untuk utusan tetap PBB;

24. Diennaryati Tjokrisuprihatono, Quito, Ekuador

25. Agus Maftuh Abegebriel, Riyadh, Arab Saudi

26. Amelia Achmad Yani, Sarajevo, Bosnia-Herzegovina

27. I Gede Ngurah Swajaya, Singapura

28. Sri Astari Rasjid, Sofia, Bulgaria

29. R Bagas Hapsoro, Stockholm, Swedia

30. Octaviano Alimudin, Tehran, Iran

31. Antonius Agus Sriyono, Vatican

32. Eddy Basuki, Windhoek, Namibia

33. Alexander Litaay, Zagreb, Kroasia.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015