Pemerintah jangan takut untuk menekan impor barang yang sudah bisa diproduksi sendiri. Sebab kalau tidak, bisa dinilai neolib,"
Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah untuk tidak takut menekan impor barang yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri.

"Pemerintah jangan takut untuk menekan impor barang yang sudah bisa diproduksi sendiri. Sebab kalau tidak, bisa dinilai neolib," kata Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menjawab pers di Jakarta, Minggu.

Tulus sepakat dengan rencana pemerintah mengeluarkan sejumlah aturan terkait deregulasi ekonomi.

"Intinya kami ingin agar produk dalam negeri tidak mati. Artinya, perbanyak ekspor bukan impor," katanya.

Tulus mengatakan, pentingnya menekan impor untuk melindungi produk dalam negeri, serta meningkatkan ekspor agar nilai rupiah naik.

Produk-produk yang ditekan agar tak perlu diimpor seperti baja, bahan kebutuhan pokok seperti bawang, cabe, beras dan sejenisnya serta barang tekstil.

"Yang masih diimpor seperti sapi dan untuk kebutuhan Jakarta dan Bandung saja sebanyak 40.000 ekor sapi per bulan. Selain itu, kedelai harus diimpor dari AS," kata dia.

Menurut Tulus, bisa saja sapi dan kedelai tak perlu impor asalkan masyarakat Indonesia menahan diri dulu untuk tidak makan daging sapi dan kedelai. Sebagai pengganti daging ya cukup ikan saja.

"Tak makan daging sambil pelan-pelan meningkatkan produk sapi di Indonesia melalui peternakan. Tapi memang prosesnya lama. Demikian juga kedelai, lama juga," kata dia.

Senada Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Tekstil dan Persepatuan, Ade Sudrajat, mengatakan, sepakat dengan deregulasi ekonomi pemerintah namun impor dan ekspor tetap seimbang.

"Jangan sampai impor lebih banyak dibanding ekspor, akibatnya rupiah terus tertekan dan produk dalam negeri mati," kata dia.

Ade mengaku masih percaya kepada pemerintah Jokowi bahwa deregulasi ekonomi yang dijalankan tidak merugikan produk dalam negeri.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015