Jakarta (ANTARA News) - Eks teroris dan pemimpin Jamaah Islamiyah (JI) Australia Abdul Rahman Ayyub menyatakan dibutuhkan strategi jitu untuk memutus mata rantai jaringan terorisme.

"Jangan meremehkan masalah strategi karena pelaku terorisme selalu berbekal strategi, taktik, dan berbagai cara licik untuk propaganda maupun aksinya," kata Abdul Rahman di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, ada beberapa strategi yang harus dikedepankan dalam mencegah aksi terorisme di Indonesia. Ia menyarankan agar dilakukan kerja sama dengan negara-negara yang berbatasan dengan negara konflik.

"Untuk mencegah masuknya orang-orang kita ke Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS, harus ada kerja sama pengawasan perbatasan dengan Turki dan Yordania," kata eks anggota NII Aceh itu.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah Indonesia harus memperkuat penjagaan perbatasan. Menurutnya, penyebaran jaringan terorisme akan lebih mudah dan subur bila wilayah-wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan negara-negara tetangga sangat longgar.

Di samping itu, pemerintah bisa memanfaatkan para mantan teroris yang sudah kooperatif hasil program deradikalisasi atau penyadaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan pemetaan.

"Tidak sedikit orang seperti saya yang sudah sadar dan punya pengalaman dalam hal ini," kata Abdul Rahman.

"Ada baiknya mereka dimanfaatkan untuk kunjungan ke tempat-tempat dia pernah bertugas. Kalau bisa bertemu dan mendata beberapa yang masih aktif dan yang sudah kooperatif, serta bagaimana kondisi generasi yang ada di sana," tambah dia.

Abdul Rahman juga meminta pemerintah, tidak hanya BNPT, tetapi seluruh lembaga terkait, agar memiliki kepedulian terhadap mantan teroris yang sudah sadar.

Menurut dia, para mantan teroris ini memiliki solidaritas dan ikatan emosional tinggi serta kenangan saat masih mengikuti pelatihan militer maupun di medan perang.

"Mereka perlu dirangkul dan diberikan penyadaran untuk kembali setia dan mengabdi kepada NKRI," kata dia.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya memantau media massa dan media sosial. Faktanya, kata dia, saat ini media massa dan media sosial menjadi wahana penyebaran utama ideologi kelompok kekerasan dan terorisme.

Lebih penting lagi, harus ada upaya pencegahan paham terorisme sejak dini. Caranya dengan menerbitkan buku-buku pembanding di sekolah-sekolah mulai SD hingga SMA, bahkan perguruan tinggi, juga di tengah masyarakat.

"Intinya kita tidak boleh lengah sedikit pun dalam mengantisipasi gerakan terorisme. Semua harus dilakukan secara massif dan terus menerus. Sejauh ini saya melihat apa yang dilakukan BNPT sangat efektif dalam menanggulangai bahaya terorisme," katanya.

Sebelumnya, dalam sambutan pembukaan Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Perguruan Tinggi di Universitas Mulawarman, Samarinda, Selasa, Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin menyatakan bahwa rantai terorisme mesti segera diputus.

"Agar tidak menjadi momok bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Azis dalam kegiatan yang digelar BNPT bekerja sama dengan Dirjen Dikti Kemenristek-Dikti itu. Hadir dalam acara itu Kepala BNPT Komjen (Pol) Saud Usman Nasution.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015