Surabaya (ANTARA News) - Empat korban selamat KM Senopati Nusantara, Jumat, diperiksa di ruang unit Pidana Ekonomi (Pidek) Direktorat Reserse Kriminal (Ditreskrim) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Ke-empat korban selamat yang diperiksa adalah Siswanto (Pati, Jateng), Astuti (Demak, Jateng), Sutarni (Demak, Jateng), dan Ahmad Shodiqin (Jepara, Jateng). Selain itu, Edi Kuncoro (Kumai, Kota Waringin Barat (Kalteng) selaku keluarga korban juga diperiksa sebagai pelapor ke Polda Jatim pada pekan lalu. Didampingi pengacara Muhammad Sholeh SH dari PDIP Kota Surabaya, pelapor dan ke-empat korban selamat itu mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 14.00 WIB. "Kami melapor ke Polda Jatim, karena konsentrasi keluarga korban memang di Surabaya untuk mencari kepastian anggota keluarganya," ujar Muhammad Sholeh SH. Menurut dia, keluarga korban dan korban selamat terpaksa melapor karena polisi selama ini belum ada kemauan baik untuk melakukan pengusutan. "Prinsipnya, kami ingin ada pengusutan untuk memperjelas, apakah tenggelamnya KM Senopati pada 30 Desember 2006 merupakan kelalaian manusia atau faktor alam," tegasnya. Ia mengatakan, korban selamat umumnya menilai tenggelamnya KM Senopati merupakan kesengajaan dari nahkoda atau ABK (anak buah kapal) serta PT Prima Vista (pemilik kapal), sehingga ada pelanggaran pasal 19 UU Perlindungan Konsumen 8/1999. "Indikasi kesengajaan itu, kapal sudah oleng sejak pagi dan kapal benar-benar tenggelam pada malam hari, tapi mulai pagi hingga malam tak ada imbauan atau instruksi dari nahkoda untuk penyelamatan dengan sekoci atau pelampung," ungkapnya. Korban yang selamat, katanya, umumnya mencari sekoci dan pelampung sendiri, sedangkan ratusan korban lainnya akhirnya tewas karena tidak mengerti mekanisme penyelamatan akibat tidak adanya informasi apa-apa. "Kami juga melaporkan pemalsuan dokumen, karena manifes (daftar penumpang kapal) tidak sesuai dengan realita atau terjadi over penumpang yang rawan tenggelam, sehingga ada pelanggaran pasal pemalsuan dokumen dalam KUHP," paparnya. Selain itu, katanya, pihaknya juga menggugat pemerintah selaku regulator, karena pemerintah tak mengontrol kelayakan kapal, diantaranya KM Senopati sebenarnya kapal jarak pendek tapi dipakai jarak jauh, sarana keselamatan yak cukup, dan pemerintah lebih memperhatikan pencarian pesawat Adam Air. Tampak pula dalam pemeriksaan itu belasan keluarga korban lainnya yang menyertai untuk memberi dukungan. "Saya datang untuk mendukung teman-teman, karena PT Prima Visa (pemilik KM Senopati) hanya menghargai nyawa korban dengan Rp5 juta, kemudian diralat menjadi Rp15 juta," ujar Joko. Ayah yang kehilangan empat anaknya itu mengaku jika PT Prima Vista menghargai nyawa dengan Rp5 juta, maka dirinya sanggup membayar lima kali lipat. "Kalau direksi PT Prima Vista mau menceburkan ke laut, saya siap membayar lima kali lipat kepada keluarganya dengan perjanjian resmi. Saya akan bayar kontan dan tanpa ditunda," ucapnya. Menanggapi pemeriksaan korban KM Senopati itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Herman S Sumawiredja menyatakan pihaknya hanya membantu melakukan pemeriksaan korban selamat sebagai saksi yang ada di Surabaya. "Kalau sudah selesai, hasilnya akan kami serahkan ke Polda Jateng, karena locus delictie (lokasi kejadian) di perairan Mandalika, Jepara, Jateng. Kita juga selalu koordinasi dengan Polda Jateng," tuturnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007