Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan diminta tegas terkait penegakan hukum kepada ojek, terutama ojek online karena tidak terdapat pada undang-undang sebagai angkutan umum.

Ketua Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Divisi Angkutan Kecil DKI Jakarta Bernard Limbong dalam diskusi yang bertajuk "Pemanfaatan Layanan Transportasi Menggunakan Aplikasi Internet" di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin mendesak pemerintah untuk melarang beroperasinya ojek online dan sebagainya selama menggunakan kendaraan pelat hitam atau pribadi.

"Kami miris melihat beredarnya ojek sebagai alat transportasi roda dua berbasis aplikasi ini, tentu ini menyalahi peraturan apabila masuk ke ranah pribadi," katanya.

Bernard mengaku tidak masalah dengan aplikasinya, namun ia mempermasalahkan apabila moda transportasi yang digunakan menyalahi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Senanda dengan Ketua Umum Organda Andrianto Djokosoetomo yang menilai bahwa bahwa ojek online memanfaatkan kebutuhan konsumen dengan menawarkan promo tarif murah untuk bisa diterima di masyarakat.

"Mereka melakukan promo ini itu, tidak memandang hukum, mereka berpendapat hukum itu bisa diubah yang penting saat ini bagaimana bisa disenangi dan didukung oleh masyarakat," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Ipung Poernomo berpendapat pemerintah harus menyesuaikan peraturan tersebut sesuai dengan dinamika perkembangan zaman.

"Ojek ini sudah ada dari dulu dan sudah marak dan adanya ojek online ini fenomena, kita tidak bisa membendung itu, ibarat kata ketika bayi sudah dewasa bajunya yang disesuaikan bukan bayinya yang dikecilkan," katanya.

Hal itu senada dengan Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Bambang Sumantri yang menilai masyarakat tidak bisa dipaksakan untuk memilih sarana transportasi.

Dia menambahkan semakin banyak pilihan justeru memberikan kemudahan bagi konsumen.

"Kita tidak bisa melarang mereka untuk naik ojek dan sebagainya karena pilihan-pilihan itu telah hadir, yang saat ini bagaimana seharusnya pemerintah bisa menyesuaikannya," katanya.

Menurut Bambang, apabila pemerintah ingin masyarakat menggunakan angkutan umum, perbaiki kualitasnya, maka konsumen akan sendirinya beralih ke sana.

Dalam kesempatan yang sama, Direktuer Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Djoko Sasono menjelaskan pihaknya tidak pernah menyetujui sepeda motor sebagai kendaraan umum.

"Silakan masyarakat menyurati DPR dan Presiden karena pada saat itu DPR juga sepakat motor tidak masuk kendaraan umum karena bahaya sekali," katanya.

Dia menyebutkan terdapat 25.000 jiwa yang hilang akibat kecelakaan sepeda motor dalam setahun.

"Masa kita mengabaikan angka itu, karena itu adanya angkutan untuk mengangkut masa yang besar supaya efisien penggunaannya," katanya.

Pewarta: Juwita TR
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015