Kairo (ANTARA News) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo menggelar Forum Minyak dan Gas Bumi di Kairo,Mesir.

Penyelenggaraan Forum Migas ini misi utamanya untuk mencari peluang investasi baik di Indonesia maupun di Mesir, kata Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Kairo, Meri Binsar Simorangkir, kepada Antara di Kairo, Kamis.

Forum Migas yang digelar di Kantor Perwakilan RI pada Rabu (29/10) malam itu dihadiri, antara lain, Deputi Kepala SKK Migas Bidang Pengendalian Dukungan Bisnis, Rudianto Rimbono dan kalangan pejabat lembaga pemerintah dan pengusaha migas Mesir.

Peserta dari BUMN Migas Mesir, antara lain Egyptian General Petroleum Corporation (EGPC - lembaga serupa Pertamina di Indonesia), Ganope, Petrojet, kalangan perusahaan swasta utama yang bergerak di bidang industri hilir minyak dan gas bumi.

Selain itu, PICO International Petroleum, Tanmia Petroleum Company, Masreq Petroleum, Saad El-Din Group for Petroleum Gas, Merlon Petroleum El Fayum Company, Maridive and Oil Services, Suez Canal Container Terminal International Naval Works.

Rudianto Rimbono dalam paparannya menjelaskan, menjelaskan berbagai peluang investasi untuk para investor asing termasuk Mesir di berbagai proyek besar yang baru akan dikembangkan, seperti di Banyu Urip, Muara Bakau, Genting, Tangguh, Donggi Senoro, dan Masela.

Disebutkan, dalam kerja sama dengan pihak asing, pemerintah Indonesia memberlakukan sistem production sharing Contract (PSC) yang mendukung strategi pengembangan kapasitas nasional yang memberikan efek berlipat ganda atau multiplier effect yang positif bagi pemberdayaan sumber daya lokal.

Sistem itu tujuannya, antara lain meningkatkan persentase penggunaan kandungan, peningkatan peran perusahaan lokal) dan peningkatan peran serta kompetensi para pekerja Indonesia).

Menurut Rudianto, produksi harian minyak Indonesia saat ini adalah 800.000 barel per hari, dan produksi gas sebesar delapan miliar kaki kubik meter per hari.

"Total investasi di bidang eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas di Indonesia selama tahun 2014 senilai 20,4 miliar dolar AS, masing-masing 19,275 miliar dolar dan 1,106 miliar dolar.

Menyangkut nilai pengadaan barang dan jasa untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, meningkat dari delapan miliar dolar pada tahun 2008 menjadi 17,4 miliar dolar pada 2014.

Adapun trend yang terjadi akhir-akhir ini adalah ditemukan lebih banyak ladang gas daripada minyak bumi.

Di sisi lain, aktifitas eksploitasi dan eksplorasi migas mulai bergerak dari wilayah Barat ke wilayah Timur Indonesia, yang umumnya berlokasi di lepas pantai, dan tingkat kedalaman laut yang lebih tinggi, katanya.

Hal ini tentu saja membutuhkan lebih banyak investasi terkait dengan pembangunan infrastruktur pendukung bagi proyek-proyek migas nantinya, papar Rudianto.


Peluang Investor Indonesia

Sementara itu, Ibrahim Fathy dari Egyptian General Petroleum Corporation/EGPUC atau Pertamina-nya Mesir, juga menjelaskan berbagai kegiatan EGPC di sektor hulu dan hilir migas di Mesir dan peluang-peluang investasi bagi investor asing, termasuk Indonesia.

Menurut dia, saat ini EGPC memiliki sekitar 170 proyek eksploitasi dan eksplorasi dengan total investasi sebesar 95,5 miliar dolar AS.

Eksploitasi dan eksplorasi itu dilakukan oleh 10 perusahaan migas nasional Mesir dan 52 perusahaan asing dari 27 negara, katanya.

Ibrahim Fathy mengharapkan perusahaan migas Indonesia dapat memanfaatkan peluang-peluang investasi di sektor hulu migas di Mesir.

Lebih jauh Fathy menjelaskan, produksi minyak dan kondensat yang dapat dihasilkan oleh Mesir sebesar 688,6 juta barel per hari dari total 275 ladang minyak dan 81 ladang gas.

Mesir saat ini memiliki delapan kilang minyak dengan kapasitas produksi sebesar 38 juta metrik ton, katanya.

Diungkapkan, peluang-peluang investasi yang tersedia di sektor perminyakan Mesir, antara lain tender internasional untuk usaha-usaha di sektor eksplorasi mencakup survei seismik dan pengeboran, perawatan ladang minyak, pengembangan kilang, manufaktur alat perminyakan seperti turbin dan kompresor, serta pengembangan jaringan distribusi.

Pengamat energi dari lembaga think tank "Al Ahram Center for Political and Strategic Studies", Ahmed Kandil, dalam analisisnya menjelaskan Indonesia memiliki peluang besar untuk dapat bekerja sama dengan Mesir di berbagai sektor, khususnya sektor migas.

Dalam pengamatannya, Kandil menilai Indonesia memiliki pengalaman yang lama dan handal dalam bidang eksploitasi dan eksplorasi migas.

Kandil mengungkapkan, Mesir saat ini tengah merevisi peraturan-peraturan terkait investasi dalam rangka menarik minat investor asing untuk berbagai sektor termasuk migas.

"Penemuan baru ladang gas terbesar di Laut Mediterania diperkirakan dapat meningkatkan cadangan gas Mesir dalam lima tahun ke depan, dan pelaksanaan proyek tersebut secepatnya akan membuka peluang investasi bagi investor asing", katanya.

Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Kairo, Meri Binsar Simorangkir, dalam sambutannya pada forum itu mengungkapkan, sejauh ini investasi migas Mesir-Indonesia masih sangat minim.

"Sejauh ini, proyek-proyek investasi Indonesia-Mesir, tidak ada sama sekali yang bergerak di sektor energi tersebut, meskipun kedua negara sama-sama masih memerlukan minyak dan gas bumi untuk keperluan domestiknya," papar Simorangkir yang juga Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Kairo itu.

Dijelaskan, nilai investasi Indonesia di Mesir saat ini sebesar 96 juta dolar AS di tiga perusahaan, yakni Salim Wazaran Abu Alata yang memproduksi indomie; Pyramid Glass memproduksi glasswares; dan Indorama Shibeen el Kom yang merupakan pabrik tekstil.

Ada pun nilai investasi Mesir di Indonesia hanya berkisar 21,95 juta dolar dengan jumlah 10 perusahaan.

Tujuh dari perusahaan tersebut beroperasi di Jakarta dalam bidang ekspor dan impor serta pariwisata, sementara satu perusahaan bergerak di bidang konveksi dan industri kayu di Jawa Tengah, dan satu perusahaan lainnya di bidang perkebunan di Sumatra.

Pewarta: Munawar S Makyanie
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015