Jakarta (ANTARA News) - Mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu dituntut hukuman pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan karena merugikan keuangan negara senilai Rp43,36 miliar dari pekerjaan Detail Engineering Design (DED) Paniai dan Sentani, Urumka I, II dan III serta Membramo I dan II.

"Menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Barnabas Suebu telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP dalam dakwaan kedua. Menjatuhkan pidana terdakwa Barnabas Suebu berupa pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Agus Prasetya Raharja di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Senin.

Selain tuntutan penjara, jaksa KPK juga meminta agar Barnabas membayar uang pengganti sebesar Rp300 juta.

"Membebani terdakwa untuk membayar uang penganti sebear Rp300 juta dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setlah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 tahun," tambah jaksa.

Jaksa menilai Barnabas terbukti mengarahkan kegiatan Detail Engineering Design atau lazim disebut Proyek Perencanaan Fisik untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Danau Paniai dan Danau Sentani tahun 2008 serta di Sungai Urumuka dan Sungai Memberamo tahun anggaran 2009 dan tahun 2010 di provinsi Papua.

Barnabas menginginkan pelaksanaan kegiatan teresbut adalah PT KPIJ miliknya meski tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan proyek DED sehingga terdakwa memerintahkan Lamusi Didi untuk mencari perusahan lain yang bersedia bekerja sama melaksanakan kegiayan yang dimaksud.

Dalam pekerjaan DED Paniai dan Sentani anggaran 2008, PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ) bekerja sama dengan PT Indra Karya cabang Malang dengan pembaygian pembayaran PT Indra Karya sebanyak 60 persen dan PT KPIJ sebanyak 40 persen sehingga PT Indra Karya mendapat Rp8,618 miliar dan PT KPIJ mendapat Rp5,7 miliar.

Dari uang yang diterima PT KPIJ itu, yang digunakan untuk kegiatan hanya sebesar Rp1,7 miliar sedangkan yang digunakan oleh PT Indra Karya adalah Rp3,59 miliar.

Dalam pekerjaan DED Sungai Urumuka I anggaran 2009 PT Indra Karya cabang Malang dan PT KPIJ kembali mengerjakan proyek tersebut dengan PT Indra Karya membuat seluruh dokumen administrasi lelang dan kontrak padahal kenyataannya panitia pengadaan tidak pernah melaksanakan lelang proyek DED Urumuka I.

Pembagian pendapatan dalam proyek ini adalah 50:50 sehingga kedua perusahaan masing-masing mendapat Rp2,88 miliar meski pekerjaan yang dilaksanakan PT KPIJ hanya sebesar Rp1,28 miliar dan PT Indra Karya cabang Malang hanya Rp916,821 juta.

Dalam pekerjaan DED Sungai Urumuka II PT KPIJ masih bekerja sama dengan PT Indra Karya cabang Malang dengan PT Indra Karya membuat dokumen lelang meski tidak pernah ada lelang. Pembayaran yang mencapai Rp11,519 miliar yang dibagi 50:50 untuk kedua perusahaan.

Untuk pekerjaan DED Urumuka III tahun anggaran 2010 PT Indra Karya cabang Malang kembali bekerja sama dengan PT KPIJ tanpa melakukan lelang. Dari pekerjaan itu PT KPIJ seluruhnya mendapat Rp8,44 miliar.

Kemudian dalam pekerjaan DED Memberamo I, PT KPIJ bekerja sama dengan PT Geo Ace tanpa ada pelaksanaan lelang dengan pembayaran keseluruhannya adalah Rp15,26 miliar dan sebanyak Rp10,861 miliar ditransfer ke rekening PT KPIJ padahal yang digunakan untuk pekerjaan oleh perusahaan itu hanya Rp1,09 miliar dan PT Geo Ace menggunakan Rp2,34 miliar.

Sedangkan untuk pekerjaan DED Sungai Memberamo II PT KPIJ mengerjakan sendiri padahal perusahaan itu tidak memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaan, bahkan tanpa melakukan lelang proyek. PT KPIJ mendapat seluruhnya Rp7,65 miliar padahal pekerjaannya adalah fiktif.

Sehingga dari enam pekerjaan tersebut, PT KPIJ milik Barnabas menerima pembayaran Rp41,34 miliar padahal yang digunakan untuk pekerjaan hanya Rp6,88 miliar digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan sedangkan Rp7,81 untuk membayar fee pihak-pihak terkait, Rp5,38 miliar dikembalikan ke kas daerah dan sebesar Rp21,257 digunakan untuk kepentingann di luar proyek.

"Dari rangkaian fakta hukum sebagaimana diuraikan dapat disimpulkan bahwa terdakwa selaku Gubernur Papua telah ikut campur dalam proses pengadaan kegiatan DED Sentani dan panitia dengan cara meminta bantuan La Musi Didi untuk mencari tenaga ahli yang mampu mengerjakan kegiatan dimaksud padahal La Musi Didi adalah direktur utama PT KPIJ yang merupakan perusahaan milik terdakwa," ungkap jaksa.

Barnabas juga dinilai mengarahkan Toto Purwanto selaku kepala Dinas Pertambangan dan Energi Papua agar pekerjaan DED Paniai dan Sentai dikerjakan oleh PT KPIJ.

"Demikian juga untuk pekerjaan Urumuka dan Memberamo terdakwa telah mengarahkan Jannes Johan Karubaba agar kegiatan dimaksud dikerjakan oleh PT Indra Karya dan KPIJ, bahkan terdakwa meminta agar Distamben hanya sebagai juru bayar saja dan menyerahkan teknis pelaksanaan sepenuhnya kepada PT Indra Karya," tambah jaksa.

Meski di persidangan Barnabas menyatakan tidak pernah ikut campur dan mempengaruhi proses pengadaan atas kegiatan-kegiatan tersebut karena Gubernur hanya menentukan kebijakan secara umum, dan juga mengatakan tidak mengetahui sama sekali pekerjaan itu dilakukan PT Indra Karya bekerja sama dengan PT KPIJ karena tidak mengikuti perkembangan atas pelaksaanan kegiatan, jaksa tidak setuju dengan pernyataan itu.

"Namun menurut kami sangat janggal karena sejak awal terdakwalah yang punya ide besar untuk membangun PLTA di Papua dengan tujuan agar masyarakat Papua punya tenaga listrik yang besar sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakta Papua ke depan. Namun ternyata terdakwa tidak mengetahui perkembangan atas pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut dengan dalih tidak mendapat laporan dari kepala dinas terkait," ungkap jaksa.

Terkait dengan kasus ini bekas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua, Jannes Johan Karubaba juga dituntut dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsidair 6 bulan kurungan. Jannes juga dituntut membayar uang pengganti Rp 4,9 miliar. Sedangkan Lamusi Didi selaku Direktur Utama PT KPIJ dituntut pidana penjara 8 tahun dan uang pengganti sebesar Rp5,017 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015