Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu untuk pertama kalinya sejak perjanjian nuklir Iran dalam 13 bulan pada Senin, dengan Washington mengharapkan kembali komitmen Israel pada solusi dua negara dengan Palestina.

Netanyahu, yang membuat Gedung Putih geram karena mendesak Kongres menolak munculnnya perjanjian dengan Iran, mengharapkan pembicaraan itu membantu pembahasan paket bantuan militer baru selama 10 tahun untuk negaranya.

Sementara para pejabat Amerika Serikat mengatakan Presiden juga akan menekan Netanyahu untuk terus menghidupkan kemungkinan negara Palestina berdampingan dengan Israel di masa depan.

Perundingan damai antara Israel dengan Palestina yang ditaja oleh Amerika Serikat runtuh tahun 2014.

Pecahnya bentrok antara kedua pihak bulan lalu menjadikan usaha-usaha untuk menghentikan pertumpahan darah itu sebagai prioritas utama.

Dalam pernyataan publiknya ke kabinet Minggu tentang kunjungannya ke Washington, Netanyahu hanya berbicara masalah umum tentang "kemungkinan kemajuan dengan Palestina, atau setidaknya menstabilkan situasi yang berhubungan dengannya."

Ia mengatakan krisis Suriah dan bantuan militer Amerika Serikat untuk Israel juga akan dibicarakan dalam pertemuan pertamanya sejak 13 bulan lalu dengan Obama.

Presiden demokratis dan pemimpin konservatif Israel itu hanya memiliki sedikit kedekatan personal dan sering berselisih mengenai masalah Iran dan Palestina.

Dalam konferensi telepon dengan pewarta pekan lalu, Rob Malley, koordinator Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Afrika Utara dan wilayah Teluk, menegaskan kembali pandangan Obama bahwa dia akan meninggalkan kantor tanpa perjanjian damai Israel dengan Palestina.

Mengacu pada hal tersebut, Malley mengatakan bahwa Washington ingin mendengar gagasan Netanyahu tentang bagaimana menenangkan situasi saat ini dan mencari sinyal dari kedua pihak bahwa "mereka masih berkomitmen untuk dan bergerak menuju solusi dua negara."

Saat kampanye pemilihan ulang awal tahun ini, pemimpin partai sayap kanan Likud, Netanyahu, bersumpah bahwa tidak akan ada negara Palestina di bawah pengawasannya.

Bahkan ketika Netanyahu mundur dan bersikeras dia tidak akan mengingkari kebijakan jangka panjangnya, Gedung Putih tidak percaya.

Mengharapkan peningkatan dukungan pertahanan Amerika Serikat, Israel berpendapat bahwa peringanan sanksi yang disetujui oleh negara-negara besar dunia dalam perjanjian Juli tentang pembatasan nuklir Iran akan memungkinkan Teheran menginvestasikan lebih banyak untuk pengembangan misilnya, sambil menggandakan pendanaan bagi sekutu Hisbullah dan Hamas di perbatasannya.

Saat ini Israel menerima 3,1 miliar dolar AS dari Amerika Serikat setiap tahun dan menginginkan lima miliar per tahun untuk sepuluh tahun kedepan, sehingga total 50 miliar dolar AS, kata pejabat Kongres kepada kantor berita Reuters.

Seorang pejabat Amerika Serikat memperkirakan kedua pihak akan sepakat menetapkan empat hingga lima miliar dolar AS per tahun, demikian seperti dilansir Reuters. (Uu.Ian/KR-MBR)   
     


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015