Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Myanmar akan bertukar pikiran dan pandangan mengenai berbagai perkembangan regional dan internasional termasuk perkembangan terakhir di Myanmar. Keterangan tersebut dikemukakan Departemen Luar Negeri, di Jakarta, Rabu, saat mengumumkan penyelenggaraan pertemuan pertama tingkat menteri kedua negara dalam kerangka Komisi Bersama RI-Myanmar yang berlangsung di Jakarta, 14-15 Febuari. Selain membahas situasi terakhir di Myanmar, pertemuan itu juga akan membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan upaya menggali dan menumbuhkembangkan potensi kerja sama di bidang ekonomi, perdagangan, investasi, pertahanan dan keamanan, energi, pendidikan dan pelatihan, pertanian, kehutanan, perhubungan dan pariwisata. Pertemuan Komisi Bersama RI-Myanmar itu merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara kedua negara tentang pembentukan Komisi bersama untuk Kerja sama Bilateral yang ditandatangani Menlu Hassan Wirajuda dan Menlu Myanmar, U Nyan Win, saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Yangon, Myanmar 1-2 Maret 2006. Komisi Bersama RI-Myanmar akan diawali oleh Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi pada 14 Februari . Delegasi RI akan dipimpin Direktur Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Deplu, Primo Alui Joelianto, semantara Pertemuan Tingkat Menteri akan diawali dengan "tete-a-tete" antara kedua menlu untuk kemudian dilanjutkan dengan pertemuan bilateral serta penandatanganan "Agreed Minutes of RI - Myanmar Joint Commission Meeting" pada 15 Februari. Sementara itu, setelah KTT ke-12 ASEAN bulan lalu Menlu Hassan Wirajuda mengatakan pertemuan komisi bilateral RI-Myanmar bertujuan untuk memperkuat hubungan kedua negara. Dalam pertemuan bilateral itu nanti, wakil pemerintah kedua negara akan membahas berbagai aspek kerja sama bilateral, seperti hal-hal apa saja yang mungkin dapat dibantu Indonesia kepada Myanmar, katanya. Menurut Hassan, kedua bangsa memiliki empati dan kedekatan hati terhadap satu sama lain, mengingat keduanya memiliki kedekatan sejarah dan sama-sama berlatar belakang bangsa yang majemuk, sehingga Indonesia memahami persoalan-persoalan yang dihadapi negara itu. Dalam pandangan Menlu Hassan Wirajuda, melakukan "engagement" dengan sejumlah negara ASEAN merupakan keputusan terbaik bagi Myanmar, karena tidak banyak pilihan buat negara itu saat ini. Hassan Wirajuda mengatakan terkait dengan masalah Myanmar, inti permasalahannya adalah "psikologi politik" yang dialami pemerintahan yang berkuasa saat ini, karena bagaimanapun ia ingin tetap mendapat tempat jika demokrasi baru di Myanmar terjadi. Hubungan bilateral RI-Myanmar sudah berlangsung sejak dibukanya hubungan diplomatik pada 27 Desember 1949, sementara kedua negara juga tergabung dalam sejumlah organisasi regional dan internasional, seperti ASEAN, East Asia Summit, dan PBB. Menurut data Deplu-RI, sejak dibukanya hubungan bilateral, kedua negara telah menandatangani sekitar 12 kesepakatan. Dalam upaya lebih memperkuat hubungan kerja sama yang ada tersebut, Komisi Bersama RI-Myanmar diharapkan dapat menjadi wahana utama pengembangan hubungan kerjasama kedua negara. Sementara itu, pemerintahan yang demokratis di Myanmar tumbang setelah terjadinya kudeta militer oleh Jenderal Ne Win pada 1962 dan 26tahun kemudian, kembali negeri itu mengalami kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Saw Maung. Pada 1990, pemerintah junta militer menyelenggarakan pemilihan umum bebas yang dimenangkan NDL -- Liga Nasional untuk Demokrasi. Namun hasil pemilu tidak diakui oleh junta dan salah satu tokoh NDL yang juga pemenang Nobel Perdamaian 1991, Aung San Suu Kyi, dikenai tahanan rumah hingga kini. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007