Johny mau dia (Freddy) itu ngakui kalau dia lah dalang atau otak segalanya
Jakarta (ANTARA News) - Johny Suhendra menginginkan abang kandungnya, Freddy Budiman, dihadirkan sebagai saksi dalam kasus narkotika.

"Johny itu maunya kakaknya (Freddy) hadir dalam sidang adiknya," ujar pengacara Johny, Saiful Abbas, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan Freddy akan menjelaskan bahwa Johny tidak ada kaitannya dalam kasus narkotika dan pabrik yang memproduksi pil ekstasi.

"Johny mau dia (Freddy) itu ngakui kalau dia lah dalang atau otak segalanya," ujarnya.

Namun, ia mengatakan sulit bagi pengadilan untuk menghadirkan Freddy sebagai saksi karena khawatir Freddy kabur.

"Pengawalan siapa urus takut kabur Freddy-nya," ujarnya.

Saiful mengatakan Johny hanya mengikuti perintah Freddy seperti mentransfer uang dan membawa barang.

"Si Johny diperintahkan Freddy untuk mentransfer uang dan membawa barang ke Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Nusakambangan. Tapi Johny tidak mengetahui dana yang dia transfer itu berasal dari transaksi narkotika dan barang yang dikirim ke Lapas itu berisikan narkotika," tutur dia.

Ia mengatakan Johny diperintahkan untuk mentransfer uang kepada anak Freddy yang bersekolah di luar negeri.

Johny tidak mengetahui asal uang yang ditransfer itu dari transaksi narkotika.

"Karena dia disuruh-suruh Freddy itu transfer uang ke sini terus bawa barang narkotika ke Lapas, kan dia bawa, cuma katanya si Johny itu tidak tahu. Transfer uang untuk anaknya Freddy yang studi di luar negeri, tapi Johny enggak tahu itu benar anaknya atau tidak," katanya.

Johny didakwa dengan pasal 114 ayat 2 juncto pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan barang bukti 50.000 butir ekstasi yang diproduksi sebuah pabrik di Pluit, Jakarta Utara.

Terkait kasus pabrik yang memproduksi narkoba itu, polisi menangkap sebelas orang dan menyita barang bukti 50.000 butir ekstasi.

Tiga terdakwa sudah dituntut hukuman mati, yakni Aries, Suyatno dan Suyanto, sedangkan Steven alias Asun dituntut 20 tahun penjara.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015