Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi PDIP di DPR, Tjahjo Kumolo, menyatakan bahwa ada indikasi kuat naiknya harga beras secara gila-gilaan di hampir semua daerah dirancang (by design) dari Jakarta, sehingga persoalannya semakin masuk kategori mengkhawatirkan. "Naiknya harga beras secara gila-gilaan, sebagaimana contoh kasus terjadi di Jawa Tengah, ada indikasi kuat by design dari Jakarta, untuk melegitimasi impor tambahan 500.000 ton dari Vietnam," ungkap Tjahjo, di Jakarta, Kamis. Permasalahan beras masuk kategori mengkhawatirkan, sehingga Kepala Negara terpaksa telah memanggil sejumlah pejabat terkait masalah itu untuk mengadakan rapat, ujar salah seorang Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu. Ia mengemukakan, metode yang dipakai di lapangan untuk menaikkan harga beras, justru antara lain melalui Operasi Pasar (OP) dari Badan Urusan Logistik (Bulog). "Ya jelas, ada upaya mendorong OP yang tidak prosedural, sehingga stok Bulog jadi defisit, kemudian ada pembelian beras secara besar-besaran oleh tengkulak-tengkulak beras yang mencari untung semata, tanpa melihat kondisi panen dan nasib petani," kata kader PDIP dari Jawa Tengah (Jateng) tersebut. Ia menilai, seharusnya penjelasan pemerintah soal kebijakan beras nasional adalah satu komando. "Kok Wapres dengan antar-menterinya tidak sama. Kasihan petani yang panen, dan masyarakat yang mulai tidak mampu menjangkau harga beli beras yang terus melambung," katanya. Tjahjo Kumolo mengungkapkan informasi dari para rekannya di DPR bahwa Menteri Pertanian (Mentan) merasa tidak diajak bicara soal akan impor beras, dan kalau pun harus impor secara moderat nilainya sekira 300.000 ton. "Menurut Mentan, boleh saja impor, asal tidak sebanyak itu," ujarnya. Dia lalu menunjuk angka 1,3 juta ton yang bakal dipanen di Jawa Timur pada Maret 2007 sebagai basis perhitungan mengenai berapa layaknya beras harus diimpor. Dikatakannya, tingkat kerusakan sawah yang tergenang banjir tahun ini (Oktober 2006 hingga Februari 2007) mencapai sekira 130.000 hektare (ha), sedangkan gagal panen (puso) berkisar 30.000 ha. "Tahun lalu, bulan yang sama, sawah tergenang 177.000 hektare, puso 48.000 hektare. Itu perbandingannya yang merupakan salah satu faktor yang bisa dipertimbangkan dalam kebijakan perberasan nasional," demikian Tjahjo Kumolo. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007