Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra, menyetujui penunjukkan langsung rekanan pengadaan alat Automatic Fingerprint Identification System (AFIS) di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Hukum dan HAM (Depkumham). Usai dimintai keterangan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Veteran, Jakarta, Kamis, mantan Menteri Kehakiman dan HAM itu menjelaskan, persetujuan itu ia berikan karena keterbatasan waktu. Pengadaan AFIS itu, menurut Yusril, dianggarkan dalam Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Depkumham pada 2004 yang baru cair pada November 2004 sedangkan laporannya harus dilakukan pada minggu ketiga Desember 2004. Pada 18 Oktober 2004, lanjut dia, Dirjen AHU saat itu, Zulkarnain Yunus, berkata kepada dirinya bahwa pengadaan AFIS itu tidak mungkin dilakukan melalui pelelangan umum sesuai pasal 17 Keppres No 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa karena membutuhkan waktu lebih dari 50 hari. Pada hari itu juga, Yusril kemudian memberikan ijin prinsip metode penunjukkan langsung pengadaan AFIS. "Saya tandatangani persetujuan prinsip tanpa menunjuk perusahaan tertentu dan merk barang tertentu karena proses pengadaan itu dilakukan oleh pimpinan proyek," katanya. Sebagai menteri, Yusril menambahkan, ia hanya memberikan izin prinsip metode penunjukkan langsung, sedangkan pelaksanaan teknis berada di level Dirjen ke bawah. Sebagai pucuk pimpinan di Depkeham saat itu, ia mengklaim memiliki kewenangan untuk memberikan izin prinsip persetujuan penunjukkan langsung. "Memang dalam Keppres itu tidak disebutkan secara eksplisit siapa yang berwenang mengeluarkan persetujuan penunjukkan langsung. Tapi, praktik umum yang berlaku kan seperti itu," ujarnya. Yusril mengaku tidak mengetahui adanya pemberian uang dari rekanan yang akhirnya ditunjuk langsung dalam pengadaan AFIS itu, PT Sentral Fillindo, kepada pimpinan proyek pengadaan, Aji Afendi. "Seperti anda ketahui, saya tidak lagi menjadi menteri saat proses pengadaan itu dilaksanakan," ujarnya. Ia juga mengaku baru mengetahui surat penunjukkan yang dibuat oleh Dirjen AHU kepada PT Sentral Fillindo saat diperlihatkan oleh penyidik dalam pemeriksaan. Dalam pemeriksaan, Yusril mengatakan, ia juga ditanya soal latar belakang pengadaan AFIS di Ditjen AHU Depkumham. Menurut Yusril, pengadaan AFIS senilai lebih dari Rp18 miliar itu sangat penting dalam kondisi mencekam yang dialami Indonesia setelah peristiwa bom Bali pada 2002. Salah satu langkah yang dibutuhkan untuk mengatasi terorisme dan kejahatan internasional, menurut Yusril, adalah membenahi sistem keimigrasian sehingga dapat mendeteksi keluar-masuknya orang asing serta keberadaan orang asing di Indonesia. Melalui alat seperti AFIS, lanjut dia, identitas setiap orang dapat dideteksi melalui sidik jari dan dapat dihindari pembuatan paspor ganda. KPK menemukan indikasi kerugian negara lebih dari Rp6 miliar dalam pengadaan AFIS senilai Rp18,48 miliar itu karena penggelembungan harga dari yang sebenarnya. Dalam kasus tersebut, KPK telah menahan dua tersangka, yaitu pimpinan proyek pengadaan, Aji Afendi, serta rekanannya, Direktur Utama PT Sentral Filindo, Eman Rahman. KPK juga telah meminta Ditjen Imigrasi untuk mencekal Sekretaris Jenderal Depkumham, Zulkarnain Yunus, yang menjabat Dirjen AHU saat pengadaan AFIS itu dilakukan pada 2004. Eman sebagai rekanan pengadaan AFIS di Ditjen AHU Depkumham itu diduga memberi uang sebesar Rp375 juta kepada Aji selaku pimpinan proyek.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007