Ini merupakan terobosan besar."
Gammarth, Tunisia (ANTARA News) - Faksi-faksi bertikai di Libya yang sedang melakukan pertemuan di Tunisia mengatakan, Minggu, mereka telah mencapai kesepakatan untuk disetujui parlemen-parlemen bersaing guna mengakhiri kebuntuan politik sejak tergulingnya Muamar Gaddafi.

"Ini adalah momen bersejarah yang ditunggu-tunggu rakyat Libya, demikian juga oleh (negara-negara) Arab dan dunia internasional," kata Awad Mohammed Abdul-Sadiq, wakil ketua Kongres Nasional Umum (GNC), yang berpusat di Tripoli, lapor AFP.

Para pejabat GNC telah melakukan perundingan di daerah-daerah pinggiran Tunis selama beberapa hari dengan delegasi dari Dewan Perwakilan Rakyat yang diakui internasional.

Abdul-Sadiq meminta rakyat Libya untuk mendukung upaya, yang disebutnya sebagai "kesempatan bersejarah".

"Jika penyelesaian ini mendapat dukungan sesungguhnya dari Libya --dari rakyat dan lembaga-- kita pasti akan memiliki penyelesaian krisis politik dalam waktu tidak lebih dari dua pekan atau satu bulan," katanya dalam jumpa pers.

Amna Emtair dari delegasi GNC mengatakan kepada AFP bahwa kesepakatan itu akan membentuk sebuah badan perwakilan baru yang akan memilih komite pencalonan perdana menteri dalam waktu 15 hari. Sementara itu, komite lainnya akan melakukan pengkajian terhadap undang-undang dasar Libya.

"Ini merupakan terobosan besar," kata Emtair.

Libya jatuh ke jurang kekacauan setelah terjadinya penggulingan dan pembunuhan terhadap Gaddafi pada Oktober. Kekacauan juga diwarnai dengan munculnya dua pemerintahan yang bersaing meraih kekuasaan serta kelompok-kelompok bersenjata yang berperang untuk menguasai sumber daya energi Libya yang demikian luas.

Persekutuan milisi, termasuk kalangan Islamis, menyerbu Tripoli pada Agustus 2014. Mereka membentuk pemerintahan dan parlemen tandingan hingga membuat pemerintahan yang diakui internasional terpaksa pindah ke wilayah timur terpencil di negara itu.

Diplomat veteran Jerman Martin Kobler mengambil alih tugas sebagai utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Libya pada 17 November, menggantikan Bernardino Leon dari Spanyol.

Menteri Luar Negeri Italia Paolo Gentiloni mengatakan, Rabu, Roma akan menjadi tuan rumah dalam menggelar konferensi internasional untuk membahas masalah Libya.

Konferensi tersebut ditujukan untuk menghentikan Libya menjadi negara yang terpecah belah dan diisi oleh kelompok militan bersenjata ISIS.
(Uu.T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015