Mereka ingin kita menyewa terus."
Balikpapan (ANTARA News) - Karyawan Pertamina mencurigai ada upaya melemahkan Pertamina dalam niatan Direksi memisahkan bisnis perkapalan (shipping) perusahaan menjadi satu perusahaan tersendiri.

"Itu upaya-upaya unbundling, memecah belah untuk merugikan Pertamina," kata Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) Mathilda Mugiyanto di Balikpapan, Senin

SP Mathilda adalah wadah bagi karyawan Pertamina se Kalimantan dan berpusat di Balikpapan. SP Mathilda juga anggota Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPB) yang beranggotakan 18 SP Pertamina se Indonesia.

Menurut Mugiyanto, pernyataan serupa juga disampaikan SP-SP lain di bawah Pertamina tersebut.

Perkapalan Pertamina mengelola armada kapal tanker berbagai ukuran, mulai dari supertanker hingga kapal-kapal LCT (landing craft tank) yang bisa mengarungi sungai-sungai dangkal. Tak kurang dari 185 lebih kapal dioperasikan sendiri oleh Pertamina untuk mengangkut minyak mentah atau pun mengantar BBM.

"Selama ini tidak ada kendala secara perusahaan. Kinerja unit perkapalan sudah luar biasa. Kalau pun ada hambatan, umumnya dari alam," kata Mugiyanto.

Upaya melemahkan perusahaan energi milik negara tersebut, menurut Mugiyanto, adalah pekerjaan pihak yang disebutnya sebagai mafia migas. Mafia migas ini berusaha membuat Pertamina tetap tergantung kepada mereka dalam banyak hal, antara lain dalam penyediaan transportasi BBM, baik impor maupun distribusi ke pulau-pulau Indonesia.

"Mereka ingin kita menyewa terus," kata Mugiyanto. Jumlah kapal yang 185 buah milik Pertamina tersebut baru mencakup sepertiga dari kebutuhan armada pengangkut BBM di Indonesia. Sebanyak dua per tiga lainnya Pertamina menyewa.

"Setahun saja, tidak kurang dari Rp2 triliun digunakan Pertamina untuk menyewa kapal saja," demikian Ketua SP Mathilda Balikpapan Mugiyanto.

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015