Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan mengupayakan revisi Undang-undang No 15 tahun 2003 mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme karena dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi keamanan saat ini.

"Kami ingin mengajukan agar UU tersebut bisa diperlebar pemahamannya karena terorisme saat ini sudah tidak dibatasi negara," ujar Kepala BNPT Saud Usman Nasution saat ditemui di Jakarta, Selasa sore.

Dia menjelaskan, terorisme saat ini sudah tidak dapat dibatasi antarnegara karena ideologi yang mendasari tersebut ialah "khalifah".

Akan tetapi dia menekankan, bahwa kekhalifahan yang kerap menjadi dasar tindakan teror, terutama ISIS, merupakan paham yang tidak bisa diterima dan cenderung menerapkan paham kekerasan.

Dalam UU No 15 tahun 2003 poin (c) dijelaskan bahwa terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.

Dia menjelaskan, tujuan utama dari upaya revisi tersebut dikarenakan pihaknya ingin memberikan sanksi tegas terhadap warga negara Indonesia yang ikut bergabung dengan organisasi teroris di luar negeri.

"Seharusnya bagi WNI yang bergabung dengan ISIS atau organisasi radikal lain di luar negeri bisa dicabut kewarganegaraannya. Tetapi kami tidak bisa melakukan itu karena adanya pemahaman yang terbatas dari pasal tersebut," tukasnya.

Pihaknya mengajukan agar UU tersebut dapat direvisi sehingga pemahaman mengenai batasan teritorial dapat diperlebar. Latar belakang keikutsertaan WNI dengan ISIS misalnya, adalah untuk menegakan khilafah.

"Jadi khilafah itu bukan sebuah negara, tapi sistem pemerintahan. itu tidak bisa diidentifikasi sebagai negara, karena batas teritorialnya tidak jelas. Sehingga pasal tersebut sudah kurang relevan," jelas Saud.

Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015