Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra pada 10 November 2005 adalah pihak yang menyampaikan persetujuan Presiden soal penunjukkan langsung alat penyadapan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat persetujuan itu disampaikan Yusril kepada KPK sebagai jawaban atas surat pimpinan KPK kepada Presiden tertanggal 27 September 2005 untuk melakukan penetapan penunjukkan langsung alat penyadapan. Dua surat itulah yang dibawa oleh Yusril ke bagian pengaduan laporan masyarakat, di Gedung KPK, Jalan Juanda, Jakarta, Jumat, untuk dijadikan bukti agar KPK memeriksa ketuanya sendiri dalam pengadaan alat penyadapan di KPK. "Yusril hanya membawa dua jenis surat itu waktu melapor tadi," kata Humas KPK, Johan Budi SP, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Jumat, untuk menanggapi laporan Yusril. Johan menjelaskan, penunjukkan langsung pengadaan alat penyadapan itu berdasarkan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, Bab I angka 1 butir a4, yang menyebutkan penunjukkan langsung dapat dilaksanakan dalam hal barang atau alat itu memenuhi kriteria keadaan tertentu, yaitu perkerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara sebagaimana yang ditetapkan oleh Presiden. Untuk itu, lanjut Johan, KPK mengirim surat kepada Presiden untuk meminta persetujuan. Ia juga menjelaskan bahwa kedatangan Yusril ke KPK bukan untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Dalam surat laporan pengaduan, Johan menunjukkan bahwa Yusril mencoret sendiri kalimat "adanya dugaan tindak pidana korupsi" yang tercantum dalam surat pengaduan tersebut. Sebagai gantinya, Yusril menambahkan tulisan tangan di surat pengaduan itu yang berbunyi "untuk KPK menelaah isi Keppres 80 Tahun 2003 lampiran Bab I. Untuk selanjutnya memeriksa Ketua KPK dalam menerapkan Keppres tersebut, dalam kasus pemilihan metode penunjukkan langsung dalam pengadaan alat sadap". Johan mengatakan, divisi pengawasan internal KPK siap untuk menelaah dan mengkaji laporan Yusril itu. "Nanti kita pelajari itu sesuai dengan prosedur standar yang ada di KPK. Karena yang dilaporkan adalah internal KPK sendiri, maka nanti yang akan bertugas adalah divisi pengawasan internal KPK," jelasnya. Johan menambahkan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat Automatic Fingerprint Identification System yang disetujui penunjukkan langsungnya oleh Yusril, KPK tidak hanya mempermasalahkan penunjukkan langsung tersebut. Dalam pengadaan itu, KPK juga menemukan adanya indikasi penggelembungan nilai proyek dan penyerahan uang kepada pimpinan proyek dari rekanan pengadaan. "Jadi, dalam kasus AFIS itu, bukan penunjukkan langsung semata yang dipermasalahkan," ujarnya. Usai dimintai keterangan oleh KPK selama tujuh jam pada Kamis, 15 Februari 2007, Yusril "mengancam" akan melaporkan Ketua KPK karena menurut dia, Ketua KPK juga melakukan hal yang sama dengan dirinya dalam penunjukkan langsung pengadaan barang dan jasa. Ancaman tersebut dibuktikan oleh Yusril dengan membawa barang bukti penunjukkan langsung yang dilakukan oleh KPK untuk pengadaan alat penyadapan senilai Rp34 miliar ke bagian pelaporan KPK. Dalam pemeriksaan, Yusril mengaku menyetujui penunjukkan langsung rekanan pengadaan alat Automatic Fingerprints Identification System (AFIS) di Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham pada 2004, saat ia masih menjabat Menteri Kehakiman dan HAM.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007