Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengintensifkan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat "Automatic Fingerprints Identification System" (AFIS) di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Departemen Hukum dan HAM (Depkumham). Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Senin, mengatakan bahwa pihaknya tengah mengembangkan penyidikan untuk mengetahui aliran dana yang diberikan oleh rekanan kepada pejabat di Depkumham. "Kami tengah mengembangkan penyidikan untuk mengetahui kemungkinan adanya aliran dana yang mengalir ke pejabat lain, selain ke pimpinan proyek," ujarnya. Pimpinan proyek pengadaan alat sistem identifikasi sidik jari (AFIS) di Depkumham pada 2004, Aji Afendi, dalam pemeriksaan di KPK mengaku menerima uang dari rekanan, Direktur Utama PT Sentral Filindo, Eman Rahman, senilai Rp375 juta. "Paling tidak, kita sudah mengantungi pengakuan dari Aji bahwa dia menerima uang dari rekanan," ujar Johan. Apalagi, lanjut dia, Aji dalam pemeriksaan juga mengaku hanya melaksanakan perintah atasan. Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan AFIS, KPK menemukan potensi kerugian negara hingga Rp6 miliar dari total nilai proyek Rp18,48 miliar, karena penggelembungan dana (mark up) dari harga yang sebenarnya. KPK telah menyita satu unit mobil sedan merk Mercedez-Benz tipe E200 dari Eman Rahman, yang diduga diperolehnya dari hasil penggelembungan itu. Sampai saat ini, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan AFIS di Depkumham, yaitu pimpinan proyek Aji Afendi, dan rekanannya, Direktur Utama PT Sentral Filindo, Eman Rahman. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Depkumham, Zulkarnain Yunus, yang menjabat Dirjen AHU saat pengadaan AFIS, sudah dicekal meski baru berstatus sebagai saksi. KPK juga telah meminta keterangan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, yang pada saat pengadaan AFIS itu menjabat Menkumham. Selain menemukan adanya pelanggaran Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dalam pengadaan AFIS tersebut secara penunjukkan langsung rekanan, KPK juga menemukan adanya penggelembungan dana, serta pemberian uang dari rekanan kepada pejabat Depkumham. Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I tahun 2006 terhadap proyek pembinaan fasilitas pelayanan hukum tahun anggaran 2004 dan 2005 di Ditjen AHU Depkumham menemukan bahwa proyek pengadaan AFIS di Ditjen itu belum mencerminkan kondisi yang menguntungkan negara. Menurut BPK, pengadaan AFIS itu tidak sesuai dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 yang mensyaratkan adanya pelelangan umum. Dalam audit itu disebutkan, bahwa Menteri Kehakiman dan HAM menyetujui penunjukkan PT Sentral Fillindo sebagai pelaksana pekerjaan AFIS dengan pertimbangan bahwa perusahaan itu merupakan perusahaan yang spesifik menyediakan alat AFIS secara otomatis, dan adanya keterbatasan waktu. Namun, usai pemeriksaan di KPK, Yusril mengaku hanya memberikan persetujuan penunjukkan langsung, tanpa meyebut nama perusahaan atau merk tertentu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007