Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara BUMN Sugiarto mengatakan pemerintah tidak mengambil inisiatif untuk melakukan pembelian kembali (buy back) saham PT Indosat tbk. "Pemerintah tidak mengambil inisiatif untuk melakukan `buy back` daripada saham indosat," kata Sugiarto usai Rapat Koordinasi Terbatas bersama 10 menteri lainnya yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Meneg BUMN di Jakarta, Senin. Dia mengatakan menurut UU Pasar Modal pemerintah tidak boleh menyatakan minat atau tidak minatnya membeli kembali saham di PT Indosat tbk karena dapat mempengaruhi investasi. "Indosat adalah perusahaan publik, saya dilarang oleh undang-undang pasar modal untuk memberikan komen tentang indosat," kata Sugiarto. Sebelumnya, sejumlah Anggota Komisi I DPR RI mendesak pemerintah untuk merebut kembali berbagai asset strategis negara, termasuk Indosat, karena hal ini telah menyangkut martabat bangsa. Mereka yang berbicara tegas, di Jakarta itu, Senin, antara lain Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tosari Widjaja (Fraksi PPP), Dedy Djamaluddin Malik (Fraksi PAN), Jeffrey Massie (Fraksi PDS), juga Hajriyanto Y Thohari, yang merespons keberanian pimpinan junta Thailand, Jenderal Sonthi. Dalam pernyataannya, akhir pekan lalu, Jenderal Sonthi menegaskan, pihaknya segera mengambil alih semua asset negaranya, termasuk satelit-satelit dan perusahaan komunikasi yang dijual mantan PM Thaksin kepada Singapura. "Sebenarnya Komisi I sudah mempersolkan untuk melakukan `buy back` terhadap industri strategis seperti Indosat, dengan alasan menjaga untuk menyelamatkan rahasia negara," kata Tosari. Sementara Dedy menilai, nasionalisasi merupakan sikap patriotis demi martabat dan masa depan bangsa, terkait persoalan mengambil alih kembali sejumlah asset strategis negara tersebut, bukan cuma Indosat. "Namun begitu, meskipun upaya membeli kekayaan yang sudah kita jual itu baik, tetapi masalahnya, apakah kita sudah siap membeli asset-asset yang hilang itu," katanya mempersoalkan. Secara politis, lanjut Dedy, merebut atau membeli perusahaan-perusahaan asing dengan harga murah, itu bisa saja dilakukan. "Tetapi kita harus mempertimbangkan resikonya, karena semua investor asing bisa hengkang dari Bumi Pertiwi ini di saat rakyat butuh lapangan kerja," tambahnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007