Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah agar penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Diperluas dan Dipercepat bagi produk-produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan, Rachmat Gobel, di Jakarta, Selasa mengatakan, perluasan dan percepatan penerapan SNI wajib bagi produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri itu penting untuk meningkatkan perlindungan terhadap pasar dalam negeri. "Keunggulan luas dan besarnya pasar dalam negeri harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia sendiri," ujarnya. Rachmat mengatakan, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 220 juta orang merupakan insentif yang sangat besar dan menggiurkan bagi kalangan industri untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi. Karena itu, kata dia, perlindungan terhadap pasar Indonesia harus diperketat terutama melalui perluasan dan percepatan penerapan SNI wajib bagi produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Menurut dia, SNI wajib setidaknya akan mampu menghambat masuknya produk impor yang tidak berkualitas, sehingga keamanan dan keselamatan produk kelak lebih terjamin. Saat ini, tambahnya, banyak produk impor yang sudah bisa diproduksi di Indonesia masuk dengan desasnya ke dalam negeri baik secara legal maupun illegal, tanpa ada banyak hambatan teknis seperti yang dilakukan negara lain terhadap berbagai produk dari luar. "Itu sangat membahayakan iklim investasi kita. Bisa saja orang enggan investasi, karena impor lebih murah dan mudah," ujarnya. Kadin, kata dia, juga berharap pemerintah mempercepat perluasan harmonisasi tarif bea masuk (BM) guna meningkatkan daya saing industri menghadapi serangan produk impor yang BM barang jadinya sudah rendah. Menanggapi adanya enam investor Singapura di Batam yang berencana hengkang ke Malaysia dan Vietnam, Rachmat yang juga Ketua Gabungan Elektronik (Gabel) mengatakan, sejauh ini belum ada anggotanya yang berniat untuk hengkang dari Indonesia. "Harus diteliti dulu, investor itu bergerak di bidang apa dan bagaimana kondisi perusahaanya, dan apakah ia akan hengkang karena tidak bisa bersaing, kalau itu wajar," ujarnya. Ia mengatakan rencana hengkang tersebut sebaiknya tidak dibesar-besarkan, karena akan mengurangi fokus pemerintah pada upaya mengembangkan industri dan iklim investasi yang lebih baik. Sebelumnya, Ketua Umum Kadin MS Hidayat mengatakan ada enam investor asal Singapura yang mulai berpikir untuk hengkang karena ketidakpastian status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam, serta biaya produksi yang lebih tinggi. Mantan Direktur Elektronika Deperin yang kini menjabat Direktur Logam Deperin mengatakan perusahaan yang berniat hengkang dari Batam tersebut, tidak menjadikan Indonesia sebagai basis produksi. "Perusahaan itu hanya memproduksi barang yang merupakan limpahan dari pabriknya di Singapura, jumlah produksinya tidak besar," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007