Banda Aceh (ANTARA News) - Organisasi masyarakat sipil dan intelektual Aceh menolak pelaksanaan International Conference on Aceh and Indian Ocean Studies yang diselenggarakan Badan Rehablitasi dan Rekonstruksi (BRR), Asia Research Institut (ARI) dan National University of Singapore (NUS), di Banda Aceh. Penolakan itu didasari karena mereka menilai konperensi yang akan berlangsung pada 24-26 Februari 2006 tidak bermanfaat bagi korban tsunami. Petisi 24 organisasi masyarakat sipil dan intelektual Aceh yang diterima ANTARA News di Banda Aceh, Selasa, menyebutkan, pelaksanaan konferensi Aceh yang menghabiskan dana sekitar Rp1,7 miliar tersebut lebih kepada pemborosan dan tidak ada manfaatnya bagi masyarakat kecil. Organisasi Masyarakat Sipil yang menandatangai petisi tersebut antara lain, Forum LSM Aceh, Walhi Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh, KKTGA (Kelompok Kerja Transformasi Gender) Aceh, GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) Aceh, Flower Aceh, LBH Aceh, Impact Aceh, SIRA (Sentra Informasi Referendum Aceh), Greenomics Jakarta, dan SORAK (Solidaritas Rakyat Anti Korupsi) Aceh. Sedangkan intelektual Aceh, Fikar W Eda, Agus Nur Amal, Mukhlis A Hamid, dan Otto Syamsuddin. Otto Syamsuddin Ishak menyatakan, BRR dalam hal ini seharusnya berada di posisi untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat Aceh-Nias korban tsunami. "Jadi kami, berdasarkan prinsip ini, tidak melihat adanya hubungan antara pelaksanaan International Conference on Aceh and Indian Ocean Studies dengan terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat korban tsunami di Aceh-Nias," katanya. Ada tiga alasan kenapa Konferiensi Aceh ditolak sekaligus harus dicegah pelaksanaannya, pertama, dari segi etik. Pelaksanaan konferensi itu tidak menunjukkan sama sekali sikap dan tanggung jawab intelektual yang berpihak pada amanat penderitaan rakyat -- dalam hal ini IRA-NUS beserta panitia/ intelektual BRR yang terlibat di dalam kegiatan itu. "Pada prinsip kami, seorang intelektual dinilai tidak berdasarkan pada kepakaran seseorang melainkan bagaimana seseorang mempunyai kepekaan terhadap penderitaan rakyat," ujarnya. Dengan demikian Konferensi Aceh telah mencederai hal yang paling prinsipil yang melekat pada nalar intelektual, yakni sikap dan tanggung jawab intelektual terhadap penderitaan rakyat. Alasan kedua, dari segi prioritas, dimana waktu pelaksanaan konferensi sebagaimana yang dirancang dan akan dilaksanakan oleh ARI-NUS/BRR adalah sebuah pengingkaran terhadap hati nurani dalam memandang ke mana dan kepada siapa seharusnya prioritas dana masyarakat korban dialokasikan. Ketiga, dari segi efisiensi dana. "Akal sehat kami meyakini, tak ada jaminan sebuah seminar dalam tempo tiga hari dengan menghabiskan dana Rp1,769 miliar dapat memberi dampak yang signifikan dalam jangka pendek bagi masyarakat korban," ujarnya. Kegiatan ini merupakan tindakan nyata BRR Aceh-Nias dalam melakukan upaya pemborosan anggaran yang bertujuan hanya pada penyerapan anggaran yang berorientasi proyek semata, kata Otto Syamsuddin.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007