"Semburan pertama terjadi pada 30 Nopember 2015 lalu kemudian kedua muncul awal Desember dan pada pertengahan Desember 2015," katanya, di Tomohon.
Yani menyebutkan, semburan seperti ini bukan seperti di Lapindo, Jawa Timur melainkan hanya berupa uap air.
"Lumpur yang terbentuk itu merupakan tanah permukaan yang berinteraksi dengan dengan uap air tadi. Masalah ini bisa terjadi karena alami dan bisa juga berkaitan dengan sumur yang ada," katanya.
Dia menambahkan, pertamina sementara dalam penanganan untuk memindahkan instalasi peralatan pengeboran dari kluster 25 Lahendong Desa Leilem ke kluster 24 untuk mengobservasi bila terjadi kemungkinan kebocoran untuk segera ditangani.
Bila tidak ada indikasi kebocoran, lanjut dia, PGE akan melakukan penanganan dengan metode lain yang sesuai untuk menyelamatkan aset dan lingkungan sekitar.
Yani menegaskan, semburan uap air yang keluar tidak mengandung gas yang membahayakan warga.
"PGE dan pemerintah daerah senantiasa terus melakukan monitoring secara terus menerus," tandasnya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Soni Sumarsono saat mengunjungi lokasi semburan mengajak warga Kelurahan Tondangow, Kota Tomohon mewaspadai gejala alam yang terjadi ini.
"Mengingat tiga titik semburan ini terjadi di lahan masyarakat, maka diharapkan masyarakat bersabar dan tenang. Perusahaan telah mengambil langkah-langkah emerjensi terkait dengan limpahan air dan percikan," katanya.
Sumarsono menyebutkan, walaupun tidak ada lumpur dan gas beracun, namun warga diharuskan tetap waspada.
"Mudah-mudahan peristiwa ini tidak akan sampai berdampak negatif terhadap warga, sekitar," ujarnya.
Pewarta: Karel Polakitan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016