Jakarta (ANTARA News) - Semakin ramainya kasus mega proyek reklamasi Singapura dengan menggunakan pasir dari Indonesia yang telah mengubah luas negara pulau itu dari sekitar 500 menjadi lebih 700 Km persegi, seharusnya mendapat protes diplomatik keras dari pemerintah melalui Departemen Luar Negeri. "Perubahan luas wilayah dan berarti ada situasi tapal batas baru, konsekuensinya mengubah border crossing antar-negara, dan bagi Indonesia, ini merupakan perampasan wilayah kedaulatan," tegas anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Damai Sejahtera, Jeffrey Massie, di Jakarta, Kamis. Karena itu, Jeffrey mendesak pemerintah, melalui Deplu, jangan hanya berwacana dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan tidak signifikan dengan realitas di lapangan. "Persoalannya sekarang, ini sudah menyangkut kedaulatan negara. Dan kalau sudah menyangkut kedaulatan negara, ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Protes diplomatik harus dilakukan Departemen Luar Negeri (Deplu)," katanya lagi. Protes diplomatik keras ini, menurut Jeffrey, barulah langkah awal dari suatu prosedur menurut tatakrama serta kefatsunan tata hubungan internasional. "Tetapi di mana-mana, jika ada negara lain mencoba merongrong kedaulatan negara tetangga, jelas itu menimbulkan problem serius. Karenanya, bersamaan dengan langkah awal berupa protes diplomatik, maka kekuatan militer RI harus segera siaga," tandasnya. Jeffrey memang menyadari kondisi obyektif TNI dengan segala keterbatasannya. "Tetapi, sesuai sumpah prajurit atau Sapta Marga itu, tidak ada masalah. Saya yakin militer RI dengan segala keterbatasannya selalu siap dan bersedia diperintahkan untuk siaga, demi mempertahankan harkat-martabat bangsanya, dan kedaulatan serta keutuhan NKRI," kata Jeffrey. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007