Way Kambas-Lampung (ANTARA News) - Ahli badak dunia, Nico Van Strien, Koordinator International Rhino Foundation di Asia, optimistis bahwa badak Sumatera jantan bernama "Andalas" yang baru saja dipulangkan dari kebun binatang Los Angeles AS ke Indonesia, masih produktif. "Ya, saya optimis Andalas itu akan sehat dan produktif, sehingga bisa segera membuahi dan membuat hamil beberapa badak betina di SRS TNWK ini," kata Nico di Way Kambas-Lampung Timur--ratusan km dari Bandarlampung--usai menyaksikan masuknya Andalas ke dalam kandang sementara di SRS TNWK di Way Kambas, Rabu (21/2). Dia menilai, kondisi Andalas yang usianya masih muda (5,5 tahun) itu akan memungkinkan untuk cepat beradaptasi, diperkirakan perlu waktu adaptasi antara 3--6 bulan di tempat hidupnya yang baru. "Setelah adaptasi itu berjalan, Andalas bisa dilepaskan ke kandang besar di sini," kata Nico pula. Di SRS TNWK seluas 100-an ha yang di sekelilingnya dipagari dengan kawat dan setrum listrik--dari areal pencadangan untuk penangkaran badak 1.000 ha (total areal TNWK sekitar 130.000 ha)--masing-masing badak di sana memiliki kandang besar alami 10--20 ha. Pada saat tertentu badak jantan dan betina akan dipertemukan ketika masa kawin. Badak di SRS TNWK saat ini sebanyak lima ekor, selain Andalas, badak terdahulu di sana adalah Torgamba (badak jantan) dengan tiga badak betina (Ratu, Rosa, dan Bina). Namun Torgamba kurang produktif dan belum berhasil membuahi badak-badak betina di sana, kendati telah terjadi puluhan kali perkawinan tapi tidak terjadi pembuahan. Menurut Nico Van Strien, setelah melalui masa adaptasi dan dilepas ke kandang alami besar, Andalas akan segera dikenalkan dengan badak betina di sana. "Saya optimis, kalau semuanya berjalan lancar, dalam waktu sekitar dua tahun saja sudah ada satu atau dua ekor badak betina di SRS ini yang hamil karena dibuahi Andalas," kata Nico. Dia berpendapat, badak yang layak hidup di SRS tersebut maksimal sekitar 10 ekor. Kalau populasi telah lebih 10 ekor, perlu dibuatkan fasilitas kandang alami serupa SRS itu di tempat lain di hutan di Sumatera yang bukan di TNWK. Nico menyatakan pula, setelah jumlah populasi badak hasil penangkaran mencapai 20-an ekor yang juga telah dinilai stabil dan aman, dapat diprogramkan pengembalian badak-badak itu ke habitat aslinya yang dianggap masih aman. "Jadi badak-badak hasil penangkaran itu akan dilepas lagi ke alamnya, sehingga tidak ada lagi penangkapan badak liar untuk pembiakannya," ujar Nico. Penangkapan badak liar dari alam, lanjut Nico, masih diperlukan hanya untuk pemurnian genetik dan peningkatan genetik viability. "Saya yakin Andalas ini produktif dan tidak bermasalah sehingga dapat segera membuahi, paling sedikit bisa menghasilkan sepuluhan ekor anak badak sumatera," ujar Nico. Keyakinan itu, menurut dia, setelah mengetahui hasil pengecekan kadar hormon testoteron Andalas yang cukup tinggi. Pemulangan badak Andalas yang menghabiskan biaya ratusan juta rupiah itu, dilakukan diantaranya untuk mengatasi kesulitan badak jantan Torgamba di SRS TNWK yang hingga kini belum berhasil membuahi dan menghamili badak betina di sana. Diharapkan kehadiran Andalas akan benar-benar menjadi "pejantan tangguh" bagi para badak betina di SRS TNWK yang dalam saktu tidak lama lagi akan hamil dan bisa melahirkan anak badak sumatera pada habitat aslinya tersebut, untuk pembiakan dan penyelamatan badak di dunia.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007