Memang pertemuan niatkan dengan Presiden sebagai kepala negara merupakan pembina politik dalam negeri untuk bisa "mangayu bagyo" (ikut mendamaikan) PPP agar bisa kerja secara normal,"
Jakarta (ANTARA News) - Para sesepuh Partai Persatuan Pembangunan menghadap Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara untuk bisa mendamaikan partainya atau islah.

"Memang pertemuan niatkan dengan Presiden sebagai kepala negara merupakan pembina politik dalam negeri untuk bisa "mangayu bagyo" (ikut mendamaikan) PPP agar bisa kerja secara normal," kata Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya, M Romahurmuziy, di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.

Romy dalam kesempatan ini mengaku sebagai Sekjen DPP PPP karena kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya dicabut oleh pengadilan dan kepengurusan hasil Muktamar Jakarta belum diakui pemerintah.

"Dalam pertemuan ini saya hadir sebagai Sekjen DPP PPP setelah SK dicabut kemarin dan bersama seluruh pimpinan Majelis partai dan mahkamah partai DPP PPP. Di dalam juga ada Pak Djan Faridz sedang diajak bicara oleh para senior merajut islah PPP," ungkapnya.

Romy mengakui dualisme kepengurusan ini membuat partainya tidak bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri sehingga meminta bantuan Presiden.

"Para senior menyampaikan langsung ke Presiden. Saya berterima kasih kepada Presiden cepat merespon permintaan ini," kata Romy.

Dia juga berharap doa dari semua elemen masyarakat agar proses rekonsiliasi dan islah ini cepat selesai, sehingga pengurus partai akan bekerja secara normal.

Dalam pertemuan dengan Presiden, yang hadir para sesepuh yang mewakili majelis-majelis dan mahkamah partai DPP hasil Muktamar Bandung 2011.

Para sespuh PPP itu diantaranya Zarkasih Nur (ketua Majelis Pertimbangan), Mukhtar Aziz (Wakil Ketua Mahkamah Partai), Dr Anwar Sanusi (Wakil Ketua Majelis Pakar), Emron Pangkapi (Plt Ketua umun Bandung), Rommy (Sekjen), Aunur Rofik (salah satu Ketua), Bachtiar Chamsyah (mantan Ketua Majelis Pertimbangan) ditambah lima Anggota Mahkamah Partai.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016