Pembakaran kampung Gafatar tidak semestinya terjadi. Jika mereka dianggap berbahaya, ada banyak cara yang bisa ditempuh. Selain melaporkan ke pihak berwajib, tokoh-tokoh masyarakat di sana bisa mengajak mereka untuk dialog,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay meminta masyarakat untuk tidak melakukan tindakan anarkis dalam menyikapi berbagai persoalan sosial yang ada di masyarakat, termasuk tentang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

"Pembakaran kampung Gafatar tidak semestinya terjadi. Jika mereka dianggap berbahaya, ada banyak cara yang bisa ditempuh. Selain melaporkan ke pihak berwajib, tokoh-tokoh masyarakat di sana bisa mengajak mereka untuk dialog," kata Saleh Daulay di Jakarta, Rabu.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan penegakan hukum harus dikedepankan. Karena itu, hal-hal yang dianggap menyimpang dan membahayakan kehidupan sosial seharusnya dilaporkan kepada pihak yang berwajib.

Saleh mendesak pemerintah segera melakukan tindak antisipatif agar kejadian serupa tidak terulang di tempat lain. Apalagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih mengkaji dan mendalami keberadaan Gafatar.

"MUI belum mengeluarkan fatwa resmi terkait organisasi ini. Seandainya Gafatar dinilai menyimpang, pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat sebetulnya masih memiliki peluang untuk mengingatkan dan menasehati mereka," tuturnya.

Menurut Saleh, pemahaman dan pandangan manusia dalam melihat suatu realitas dapat berubah. Bisa jadi hari ini berpikiran salah, tetapi kemudian sadar dan kembali ke pandangan yang benar.

"Di sinilah letak peranan pemerintah dan tokoh masyarakat. Mereka bisa memberikan pencerahan agar pemahaman masyarakat tidak salah dan menyimpang, apalagi bertentangan dengan ideologi Pancasila dan konstitusi," katanya.

Sebuah permukiman di Desa Moton, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat yang disebut-sebut didiami warga eks-Gafatar dibakar massa pada Selasa petang (19/1).

Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Namun kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016