Mota Ain, NTT (ANTARA News) - Satgas Pengamanan Perbatasan Republik Indonesia-Timor Leste (RDTL) TNI, Senin pagi, menutup semua pintu lintas batas kedua negara sesuai dengan perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait ketegangan yang terjadi di negara bekas wilayah Indonesia itu. Komandan Satgas Pengamanan Perbatasan RI-RDTL TNI Letkol Inf. Hotman Hutahaean kepada ANTARA News di Mota Ain, Belu, NTT, mengaku menerima perintah itu Senin pagi dan status pengamanan ditingkatkan menjadi siaga satu. Menurut Hutahaean, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Bupati Belu agar warga mengurangi aktivitasnya di kebun-kebun di sepanjang garis perbatasan. Hutahaean mengatakan, perintah itu diterimanya dari Markas Satuan Komando Operasi Pengamanan Perbatasan RI-RDTL di Kupang yang mendapat perintah langsung Mabes TNI Minggu malam (25/2). Perintah itu, katanya, dikeluarkan setelah ada permintaan PM Timor Leste Ramos Horta kepada Presiden Yudhoyono, agar Indonesia turut membantu pengamanan wilayah negara yang masih muda itu secara tidak langsung melalui penutupan pintu-pintu perbatasannya. Sejalan dengan perintah itu, frekuensi patroli dengan perlengkapan maksimal pun langsung ditingkatkan di wilayah operasi yang meliputi empat kabupaten di NTT. Dengan demikian perjalanan para pelintas batas ke wilayah Timor Leste maupun sebaliknya mulai Senin ini dihentikan sampai waktu yang tidak ditentukan. Hutahaean mengatakan, beberapa jam lalu, dia telah pula menerima kabar dari utusan pasukan penjaga keamanan PBB di Dili bahwa telah terjadi eskalasi kerusuhan massa di Dili dan beberapa daerah yang berdekatan dengan wilayah perbatasan Indonesia. Sebelumnya, sumber ANTARA di Dili mengatakan, pada 23 Februari lalu, telah terjadi insiden penembakan oleh serdadu penjaga keamanan asal Australia terhadap warga sipil Timor Leste. Dalam peristiwa itu, dua warga Timor Leste, yakni Jacinto Soares, 30, dan Antonio da Silva, 26, tewas. Insiden penembakan itu bermula dari aksi demonstrasi massa yang menuntut ketersediaan pangan di negara yang sedang kesulitan pangan itu, katanya. Pada peristiwa yang terjadi di wilayah Lafa Laik dekat Bandar Udara Komoro itu, Soares dan da Silva tewas ditempat, sedangkan seorang warga lain, Geraldo, 40, mengalami luka-luka serius dalam peristiwa itu, katanya. Menurut sumber ANTARA itu, insiden penembakan tersebut merupakan buntut dari keberingasan para demonstran yang telah mulai mencoba menyerang tentara Australia secara fisik dan membabi buta. Peristiwa kedua adalah penyergapan sekelompok warga RDTL bersenjata terhadap petugas Pintu Pos Pengamanan UPF di Tenu Bibi, Distrik Cova Lima pada Pukul 13.00 waktu Timor Leste. Para anggota kelompok bersenjata itu, katanya, merampas 16 senapan serbu ringan jenis AK 47 beserta 900 peluru kaliber 5,62 mm. Diduga para penyerang tersebut merupakan anggota kelompok desertir Mayor Alfredo Ronaldo yang diketahui banyak pihak masih bermarkas di kawasan selatan Timor Leste, terutama di Distrik Cova Lima, katanya. Pos Tenu Bibi itu berhadapan persis dengan Pos Satgas Pengamanan Perbatasan RI-RDTL TNI di Turiskain, Kecamatan Coba Lima, Kabupaten Belu, NTT, kata sumber itu. Pada hari yang sama, tepatnya Pukul 20.00 waktu Timor Leste, penyergapan oleh sekelompok orang bersenjata juga terjadi di Pos Pengamanan UPF Salele,Distrik Cova Lima. Dalam peristiwa itu, tiga pucuk senjata serbu AK-47 hilang dari gudang penyimpanan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007