Jakarta (ANTARA News) - Suwarna Abdul Fatah terdakwa kasus korupsi pemberian izin pengusahaan hutan mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat keterangannya didengarkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin. Terdakwa yang juga Gubernur nonaktif Kalimantan Timur itu, menolak semua keterangan dalam BAP yang dibuat saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Sudah lupakan saja keterangan saya dalam BAP. Saya cabut keterangan itu dan yang benar adalah keterangan yang saya berikan dalam persidangan ini," katanya. Selain mencabut keterangan dalam BAP, ia juga mempertanyakan sejumlah dokumen seperti Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan juga izin prinsip IPK yang dinilainya tidak asli karena hanyalah legalisir, padahal oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), kedua dokumen tersebut diajukan sebagai salah satu bukti dalam kasus tersebut. "Saya minta ditunjukkan dokumen aslinya, baru saya akan menjawab pertanyaan yang diajukan," katanya saat JPU Rudi Margono dari KPK menanyakan apakah ia mengetahui dikeluarkannya IPK bagi sejumlah perusahaan pemanfaatan kayu di Kalimantan Timur yang dinilai menyalahi prosedur. Meski terdakwa mencabut keteranganya dalam BAP dan juga meminta agar ditunjukkan dokumen asli, tim JPU menilai hal tersebut tidak akan mempengaruhi kesiapan mereka untuk mengajukan tuntutan yang rencananya akan dibacakan pada Jumat (2/3) pekan ini. "Dalam pertimbangan atau konsideran izin pemanfaatan kayu yang dikeluarkan Kanwil Kehutanan Kalimantan Timur salah satu pertimbangannya adalah surat rekomendasi dari gubernur. Begitu juga surat izin IPK yang dikeluarkan oleh Dirjen Pengolahan Hutan Produksi Dephut, rekomendasi gubernur pun menjadi pertimbangannya," kata KMS Roni anggota JPU lainnya usai persidangan. Oleh karena itu, Roni yakin meski Suwarna meminta dokumen asli, surat rekomendasinya, namun hal itu dapat dibuktikan dari IPK dan izin prinsip IPK yang ada pada JPU. Majelis Hakim yang diketuai oleh Gusrizal akan melanjutkan persidangan pada Jumat (2/3) dengan agenda pembacaan tuntutan. Suwarna didakwa memperkaya sepuluh perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Group karena mereka telah menikmati 697 ribu meter kubik kayu pada areal hutan di Kalimantan Timur sehingga merugikan negara hingga Rp346,823 miliar. Dalam dakwaan, JPU menyatakan Suwarna melakukan perbuatan melawan hukum itu secara bersama-sama dengan Dirjen Pengusahaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan Waskito Suryodibroto, Kakanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Uuh Aliyudin, dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, Robian, serta Martias sebagai pemilik Surya Duma Group. Suwarna dalam dakwaan primer didakwa melakukan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara seperti yang diatur dalam pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo 55 ayat 1 kesatu jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan dalam dakwaan subsider, Suwarna didakwa melakukan penyalahgunaan wewenang atau jabatan seperti yang diatur dalam pasal 3 UU Pemberantasan tindak pidana korupsi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007