Pekalongan (ANTARA News) - Ratusan pabrik tekstil dan garmen kini mengalami gulung tikar terkait adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak meningkatnya biaya operasional yang harus ditanggung perusahaan. Wakil Presiden Direktur Pismatek Group Pekalongan, Widodo, di Pekalongan, Senin, mengatakan bahwa berdasarkan pemaparan pengurus Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), pengusaha tekstil dan garmen di Indonesia saat ini mengalami penurunan. "Sebelumnya, pemilik usaha tekstil dan garmen di Indonesia sebanyak 1.600 orang dan kini hanya tersisa 1.200 orang yang masih bertahan," katanya. Dengan kondisi seperti itu, dia berharap pemerintah dapat membantu pengusaha dengan menutup atau meminimalkan barang impor. "Dengan cara itu, peluang pasar diharapkan makin terbuka sebab pengusaha Indonesia sudah tidak mampu bersaing lagi dengan produk luar," katanya. Ia menjelaskan, ada beberapa kendala yang dihadapi pengusaha tekstil dan garmen dalam menghadapi persaingan pasar bebas, yaitu adanya bunga bank yang tinggi atau masih mencapai 13 persen per tahun, rendahnya produktivitas tenaga kerja, dan masih digunakannya mesin produksi yang sudah tua. "Terpuruknya para pengusaha tekstil makin diperparah dengan bertambahnya biaya listrik yang harus ditanggung, sedangkan untuk konversi penggunaan batu bara juga butuh biaya tinggi," tandasnya. Ia menambahkan, untuk menghadapi persaingan pasar bebas, para pengusaha hanya mengandalkan cara dengan memproduksi barang tekstil unggulan, mencari gagasan terbaik, mampu melihat perubahan sebagai peluang untuk tumbuh, dan berorentasi pada kualitas menuju produk kelas dunia. "Selain itu, perlu peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) agar tidak kalah bersaing dengan negara asing," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007