Yogyakarta (ANTARA News) - Seorang warga Kota Yogyakarta yang bernama Dodo Putra Bangsa menggelar aksi menjamas diri sekaligus meruwat simbol Pemerintah Kota Yogyakarta dengan harapan bisa membersihkan diri dan kota dari kerusakan.

"Aksi ini tidak hanya ditujukan untuk menjamas dan meruwat Kota Yogyakarta dari kerusakan, tetapi juga seluruh wilayah DIY karena saat ini pembangunan hotel dan apartemen sudah tidak terkendali," kata Dodo usai melakukan aksi di utara kompleks Balai Kota Yogyakarta, Jumat.

Di dalam aksinya, Dodo menyiram papan nama kompleks Balai Kota Yogyakarta dengan air yang diakui berasal dari tujuh sumur dari Kampung Miliran Yogyakarta yang telah dicampur bunga tujuh warna.

Setelah menyiram papan nama, Dodo kemudian melepas kemeja putih, dasi dan blankon yang dia kenakan dan duduk bersila di trotoar tepat di depan papan nama kompleks Balai Kota Yogyakarta dan meminta warga untuk menyiram tubuhnya dengan air kembang yang masih tersisa secara bergantian.

Meskipun hujan, Dodo tetap melakukan aksinya hingga seluruh air yang ada di dalam tempayan tanah liat habis.

Pria berambut panjang itu kemudian menancapkan papan bertuliskan "Ora Didol" (tidak dijual) di depan papan nama Pemerintah Kota Yogyakarta.

Dodo mengatakan dia sengaja melakukan aksinya di depan Kompleks Balai Kota Yogyakarta agar kepala daerah juga semakin peduli dengan kondisi lingkungan sehingga tidak serta merta memberikan izin pembangunan hotel ataupun apartemen.

"Gubernur DIY sudah mengimbau pemerintah kota atau kabupaten tidak semata-mata mengejar peningkatan pendapatan tetapi perlu menjaga kondisi lingkungan agar tetap terjaga dengan baik hingga anak cucu nanti," katanya.

Namun, lanjut dia, imbauan tersebut sepertinya sulit dipenuhi karena pertumbuhan hotel dan apartemen di Yogyakarta dan kabupaten sekitarnya tetap marak.

"Kami hanya ingin tanah warisan leluhur ini bisa dijaga kelestariannya. Pembangunan hotel dan apartemen yang marak akan berdampak pada ketersediaan air tanah," kata Dodo, yang memakai kaos hitam tidak berlengan bertuliskan "Jogja Ora Didol" (Jogja Tidak Dijual) usai melakukan aksinya.

Ia kemudian mengajak seluruh masyarakat yang masih peduli terhadap Kota Yogyakarta untuk memberdayakan diri dan tidak bergantung kepada orang lain.

"Jangan bergantung pada orang lain atau penguasa. Masyarakat harus bersikap kritis terhadap pembangunan apalagi pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan," katanya.

Pada 2014, Dodo pernah melakukan aksi mandi dengan tanah sebagai wujud protes karena wilayah tempat tinggalnya di Kampung Miliran kekeringan, diduga akibat pembangunan hotel di wilayah itu.

Pemerintah Kota Yogyakarta menerapkan moratorium pembangunan hotel sejak 2014 sampai Desember 2016.

Meskipun menerima berkas 104 permohonan izin hotel baru, namun belum semuanya dikabulkan.

Pemerintah Kota Yogyakarta juga sudah menerbitkan Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyediaan Air Baku Usaha Perhotelan yang mewajibkan usaha hotel menggunakan air dari PDAM Tirtamarta Yogyakarta.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016