Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad), Jenderal Djoko Santoso, menegaskan bahwa Komando Teritorial (Koter) tetap diperlukan sebagai "mata" dan "telinga" untuk mengantisipasi gangguan dan ancaman keamanan baik dari dalam maupun luar negeri. "Tetap kita perlukan, karena koter itu merupakan bentuk gelar kekuatan yang efektif dan efisien untuk menjaga dan mengamankan wilayah RI yang begitu luas," katanya, usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR di Jakarta, Selasa. Djoko mengatakan, sebagai negara yang besar dengan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), maka seluruh komponen dikerahkan untuk menjaga kedaulatan RI. "Seluruh rakyat wilayah dan sumber daya yang ada digalang untuk mempertahankan dan menjaga bangsa ini," katanya. Ia mencontohkan, penanganan terorisme yang memerlukan penanganan multifungsi, sehingga diperlukan upaya deteksi dini dan cegah dini untuk mengantisipasi berbagai gangguan ancaman keamanan. Djoko mengatakan, TNI AD saat ini masih sulit untuk mencapai kekuatan esensial minimum, sehingga keberadaan koter dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) sangat efektif dan efisien sebagai alat deteksi dan cegah dini baik untuk bencana alam maupun ancaman keamanan. Dicontohkannya, Babinsa sangat efektif dalam membantu penanganan bencana tsunami di Aceh. "Bandingkan dengan penanganan bencana di New Orleans, Amerika Serikat, mereka tidak memiliki babinsa dan koter, sehingga marak terjadi penjarahan, serta penanganan bencana yang lambat," ujarnya. Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin Ketua Komisi I, Theo L. Sambuaga, ada sejumlah anggota Komisi I mempertanyakan perlu tidaknya keberadaan koter, karena selama ini koter kerap dijadikan sebagai pintu masuk TNI untuk berpolitik praktis. FX Soekarno dari Partai Demokrat (PD) mengatakan, keberadaan babinsa dan koter sebagai "mata" dan "telinga" jangan sampai menjadi alat untuk memata-matai masyarakat itu sendiri. "Jadi, perlu ada kejelasan mengenai peran koter dan babinsa saat ini," ujarnya. Menanggapi hal tersebut, Kepala Staf TNI AD mengatakan, kekhawatiran masyarakat bahwa koter akan menjadi pintu masuk TNI untuk kembali berpolitik praktis merupakan bentuk ketakutan yang terjadi pada masa lalu. Untuk itu, ia mengemukakan, TNI AD akan mempertahankan koter dengan memotong-motong peran-peran negatif dari koter. "Toh saat ini banyak komponen masyarakat yang akan mengawasi bagaimana koter dan babinsa diterapkan termasuk juga pengawasan dari mass media," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007