"Mereka yang setuju beralasan pemberian imbalan adalah untuk berterimakasih karena telah menolong, sebagai bentuk sopan santun, agar izin usaha lancar, menganggap suap seperti sumbangan, dan karena gaji pegawai negeri sangat rendah," kata Sekjen Tran
Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei Transparency International (TI) Indonesia untuk menentukan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2006, yang dilakukan pada sekitar 1.700 pengusaha, menujukkan hampir setengah dari jumlah responden setuju terhadap pemberian imbalan (praktik suap) di instansi pelayanan publik. Menurut Sekretaris Jenderal TI Indonesia, Rizal Malik, pada acara peluncuran angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2006, di Jakarta, Selasa, hasil survei untuk persepsi pengusaha terhadap praktik suap di pelayanan publik menunjukkan 49 persen responden setuju, 50 persen tidak setuju dan sisanya 1 persen menyatakan tidak tahu. "Mereka yang setuju beralasan pemberian imbalan adalah untuk berterimakasih karena telah menolong, sebagai bentuk sopan santun, agar izin usaha lancar, menganggap suap seperti sumbangan, dan karena gaji pegawai negeri sangat rendah," katanya. Sedangkan yang tidak setuju, katanya, memiliki alasan di antaranya adalah pemberian imbalan akan merusak sistem, melanggar hukum, dan membuat biaya lebih tinggi. Menurut dia, pengusaha melihat praktik suap sebagai sebuah kesempatan untuk memperlancar bisnis. "Dugaan saya, kalau tidak 'diperlancar' maka akan ada terlambat sehingga menjadi kerugian bagi bisnisnya secara finansial lebih besar," katanya. Ia juga mengatakan dari beberapa contoh pernyataan dari sejumlah responden pekerja ekspatriat di perusahaan multinasional, suap dianggap suatu hal yang lumrah. "Untuk pelayanan publik, mereka setuju memberikan imbalan kecil setelah dilayani dengan baik dan tidak menganggap itu sebagai suap, melainkan hanya tips atau ucapan terimakasih," katanya. Survei juga menunjukkan para pengusaha menawarkan hadiah atau uang sebagai bentuk ucapan terimakasih di beberapa institusi seperti kepolisian, pelayanan air, pelayanan listrik, dan pelayanan telkom. Survei indeks pelayanan publik itu dilakukan TI Indpnesia di 32 Kabupaten/Kota di Indonesia dengan jumlah responden 1.760 orang terdiri atas para pengusaha lokal besar (11 persen), kecil (64 persen), dan menengah (25 persen). Karakteristik responden menurut kepemilikan modal, yaitu 11 persen PMA dan 89 persen lokal. Secara umum, hasil survei TI Indonesia tentang angka indeks pelayanan publik di Indonesia menunjukkan para pengusaha masih bersikap permisif terhadap praktik suap di sektor pelayanan publik. Survei kedua yang dilakukan oleh TI Indonesia setelah tahun 2004 ini, kata Rizal, menunjukkan terdapat kenaikan angka indeks pelayanan publik di beberapa institusi publik. Namun para responden melihat belum ada perbaikan yang signifikan, katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007