Palu (ANTARA News) - Massa yang menduduki kantor-kantor pemerintahan Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), Sulawesi Tengah, terlibat bentrok dengan aparat keamanan setempat, mengakibatkan seorang warga sipil tewas dan beberapa lainnya, termasuk anggota polisi, menderita luka-luka. Informasi diperoleh ANTARA News dari Banggai, Rabu, menyebutkan selain mengakibatkan seorang meninggal dunia, bentrok yang terjadi Rabu pagi di sekitar Mapolsek Banggai itu mengakibatkan lima anggota masyarakat dan dua anggota polisi mengalami luka-luka, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Salah seorang dari pihak massa bernama Aes (31) tewas hanya berselang beberapa saat setelah berada di RSU Banggai. Korban diduga kuat mengalami luka serius akibat terkena popor senjata dan pentungan aparat. Aksi pendudukan oleh massa yang sebelumnya berkonsentrasi di Kantor Bupati Bangkep bergerak ke Mapolsek Banggai, setelah mendapat informasi bahwa aksi mereka akan dibubarkan secara paksa oleh anggota Brimob yang didatangkan dari Mapolda Sulteng. "Massa akhir terlibat bentrok dengan anggota polisi," kata Muhammad Rum (40), warga setempat. Aksi pendudukan kantor pemerintahan di Bangkep telah berlangsung sejak Selasa pekan lalu mengakibatkan aktivitas pemerintahan di daerah itu lumpuh total. Aksi pendudukan oleh warga Banggai itu dipicu upaya Bupati Bangkep Drs Irianto Malinggong untuk memindahkan ibukota dari Banggai ke Salakan. Sesuai Pasal 10 UU No.51 Tahun 1999 yang mengatur soal kedudukan ibukota Kabupaten Buol, Morowali, dan Bangkep di Provinsi Sulteng, ibukota Kabupaten Bangkep ditetapkan di Banggai. Namun, dalam Pasal 11 UU tersebut disebutkan bahwa lima tahun setelah peresmian Kabupaten Bangkep, ibukota dipindahkan ke Salakan. Tidak adanya kepastian hukum soal kedudukan ibukota kabupaten tersebut mengakibatkan masyarakat Bangkep yang satu suku dan satu bahasa ini terpecah dalam dua kelompok besar, bahkan mereka berusaha mempertahankan pendiriannya masing-masing hingga akhirnya menimbulkan ketidakstabilan dalam pemerintahan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007