Jakarta (ANTARA News) - Laba keseluruhan industri pertambangan mencapai tingkat tertinggi yang terlihat pada penerimaan pemerintah dari royalti dan pajak yang mencapai titik tertinggi dalam kurun 10 tahun terakhir. "Industri pertambangan, baik di Indonesia maupun global, melanjutkan tahun keemasannya karena tingginya harga komoditas," kata Penasehat Ahli Pricewaterhouse Coopers (PwC), Sacha Winzenried, dalam acara "mineIndonesia 2006" sebuah Tinjauan Atas Kecendrungan Industri Pertambangan Indonesia di Jakarta, Rabu. Menurut dia hasil tersebut didapatkan dari survei PwC terhadap 70 perusahaan yang mewakili lebih dari 75 persen industri pertambangan Indonesia. "Untuk perusahan-perusahaan Indonesia yang dianalisis dalam laporan PwC, pendapatan keseluruhan naik sebesar 37 persen pada tahun 2005 dan laba bersih naik secara substansial sebesar 71 persen," katanya. Pengukuran tingkat keuntungan lainnya, kata dia, juga menunjukkan bahwa tahun 2005 merupakan tahun dengan tingkat pengembalian yang meningkat. Kenaikan tersebut konsisten dengan kecendrungan global. "Kenaikan laba itu terjadi karena harga-harga komoditas naik yang dipicu dengan munculnya negara-negara raksasa baru seperti Cina dan India," ujarnya. Winzenried mengatakan, tingginya harga sebagian besar mineral masih berlanjut di tahun 2006 dan akan mendorong kinerja keuangan yang kuat di tahun 2006 dan 2007. "Namun demikian peningkatan profitabilitas ini menutupi kenaikan biaya operasi yang substansial dan mengikuti kenaikan harga komoditas dan industri akan menghadapi tantangan untuk tetap mempertahankan laba apabila harga komoditas jatuh," ujar dia. Hasil survei PwC juga mencatat bahwa kenaikan profitabilitas tidak terjadi di industri pertambangan secara keseluruhan. "Meskipun harga batubara tercatat lebih tinggi, perusahaan pertambangan batubara secara keseluruhan menunjukkan penurunan laba karena naiknya tingkat hutang beberapa perusahaan pertambangan batubara yang besar," tambahnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007