Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, komitmen pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi di semua bidang, mulai dari pusat hingga ke daerah tidak akan pernah berubah. "Presiden mengatakan, tidak pernah ada penghentian pemberantasan korupsi," kata Ketua Dewan Pengurus Transparansi International Indonesia (TII), Todung Mulya Lubis, setelah melaporkan hasil survei indeks persepsi korupsi Indonesia 2006, kepada Presiden SBY dan sejumlah menteri kabinet di Kantor Kepresidenan Jakarta, Rabu. Pemaparan hasil survei TII tersebut selain dihadiri Presiden Yudhoyono juga dihadiri, antara lain Menkopulhukam, Widodo AS, Jaksa Agung Abdurrahman Saleh, Ketua Timtastipikor, Hendarman Supandji, Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awaludin, dan Kapolri Jenderal Sutanto. Dalam survei tersebut TII, menemukan bahwa interaksi korupsi dan suap masih cukup banyak terjadi di instansi pemerintah terutama di lembaga-lembaga vertikal. Padahal, kata Todung, mekanisme pengawasan internal terus berjalan tetapi budaya korupsi malah melembaga. Oleh karena itu, TII meminta Presiden untuk lebih tegas dan mulai melakukan reformasi menyeluruh di birokrasi dan lembaga penegakkan hukum, seperti lembaga peradilan, kejaksaan, dan kepolisian. "Tidak mungkin terjadi pemberantasan korupsi tanpa ada birokrasi dan lembaga penegakkan hukum yang bersih," kata Todung. Presiden, kata Todung, sempat melontarkan gagasan untuk membuat sekolah atau kursus bagi para Kepala Daerah, seperti gubernur, bupati, dan walikota selama sekitar tiga bulan guna memahami konsep "good governance". "Ini gagasan yang membutuhkan waktu dan dukungan. TII siap membantu merumuskan kurikulumnya," katanya. Survei yang dilakukan TII dilaksanakan mulai Oktober sampai Desember 2006 dan melibatkan 1.760 pelaku usaha dari 32 kota di Indonesia yang secara sukarela menjadi responden. Hasil survei antara lain, pelaku usaha menilai komitmen kepala daerah untuk memberantas korupsi meningkat tetapi kenyataannya (implementasi) tidak berjalan di lapangan. Hasil survei juga menunjukkan lembaga vertikal seperti polisi, peradilan, pajak, BPN (Badan Pertanahan Nasional), imigrasi, dan bea cukai tidak mendukung pemberantasan korupsi. Responden melaporkan lembaga peradilan merupakan lembaga yang paling tinggi tingkat inisiatif meminta suap, yakni sebesar 100 persen, disusul bea cukai 95 persen, imigrasi 90 persen, BPN 84 persen, polisi 78 persen, dan pajak 76 persen. Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 11 persen pengusaha asing memiliki kebiasaan memberikan suap lebih sering daripada pengusaha lokal. Presiden sendiri, kata Todung, mengakui meskipun komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi cukup besar tetapi belum sepenuhnya berjalan di tingkat implementasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007