Pemohon menilai pengertian `permufakatan jahat` dalam Pasal 88 KUHP yang menjadi rujukan dalam UU Tipikor adalah tidak jelas
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 88 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 15 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Pemohon menilai pengertian permufakatan jahat dalam Pasal 88 KUHP yang menjadi rujukan dalam UU Tipikor adalah tidak jelas," ujar kuasa hukum Novanto, Syaefullah Hamid, di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.

Menurut Novanto, frasa tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi akibat penegakan hukum yang keliru.

Pengertian permufakatan jahat sebagai "dua orang atau lebih bersepakat untuk melakukan kejahatan" hanya sesuai untuk diterapkan terhadap tindak pidana umum, sebagaimana dikatakan oleh Syaefullah.

"Sementara bila frasa tersebut digunakan dalam UU Tipikor maka akan berpotensi memunculkan kesewenang-wenangan," kata Syaefullah.

Novanto sebelumnya diduga terlibat dalam permufakatan jahat untuk memperpanjang izin divestasi saham PT Freeport Indonesia.

Sementara pihak Novanto menyebutkan bahwa hal itu mustahil dilakukan karena dirinya tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan hal tersebut.

"Pemohon mempertanyakan kualifikasi dan kompetensinya untuk memperpanjang kontrak Freeport tersebut, sehingga kenapa pemohon harus dikenai Pasal 15," kata Syaefullah.

Pihak Novanto juga merasa keberatan karena Kejaksaan Agung memanggil Novanto berdasarkan dua pasal tersebut.

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016