Kalau mau tanya informasi silahkan ke Kasi Intel atau Kajari. Karena informasinya harus satu pintu. Saya tidak bisa memberikan informasi."
Makassar (ANTARA News) - Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Deddy Suwardy Surahman geram dengan salah satu bawahannya di bidang Pidana Khusus karena tidak ingin memberikan informasi kepada media massa yang ingin menanyakan perkembangan sejumlah kasus korupsi.

"Kenapa bisa Kasi Pidsus tidak mau berikan informasi. Padahal saya sudah rekomendasikan agar media diberikan akses informasi. Dia kan yang lebih tahu perkaranya secara teknis," jelasnya di Makassar, Jumat.

Kajari Deddy Suwardy Surachman mengatakan, perkara dugaan korupsi pembebasan lahan untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sudiang sejauh sepengetahuannya sudah sampai pada tahap pengukuran lahan seluas 2,5 hektare itu.

"Secara teknis saya tidak mengetahui sudah sejauh mana penyelidikan yang dilakukan bagian Pidsus. Tapi sejauh yang saya ketahui itu sudah pada tahap pengukuran lahan dengan menggandeng BPN untuk mengukurnya," katanya.

Kasus dugaan penggelembungan lahan yang telah dibebaskan untuk TPU tersebut seluas 2,5 hektare oleh Pemerintah Kota Makassar yang dianggarkan Rp10 miliar itu awalnya diselidiki oleh bagian Intelijen sebelum diserahkan ke bagian Pidana Khusus.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Makassar Andi Fajar Anugerah Setiawan yang sejak awal menangani kasus ini mengatakan jika dalam pengumpulan data dan bahan keterangan terindikasi kuat adanya tindakan melawan hukum sehingga kasusnya dilanjutkan dan diserahkan kepada bagian Pidsus.

"Kasus itu sudah saya serahkan ke bagian Pidsus karena adanya indikasi merugikan keuangan negara. Sejauh mana penanganannya, itu saya tidak tahu karena sudah dilanjutkan oleh Pidsus," katanya.

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Makassar Sri Dinda saat dikonfirmasi soal perkembangan penangan perkara tersebut, menolak dengan tegas memberikan informasi kepada media massa dan lebih memilih bungkam.

Dia berdalih jika informasi di Kejari Makassar saat ini harusnya sudah satu pintu. Menurutnya, pihaknya tidak bisa memberikan informasi bila ditanya soal perkembangan kasus tersebut.

"Kalau mau tanya informasi silahkan ke Kasi Intel atau Kajari. Karena informasinya harus satu pintu. Saya tidak bisa memberikan informasi," ucapnya.

Proyek pembebasan lahan untuk TPU tersebut telah menghabiskan anggaran sebesar Rp10 miliar dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Makassar Tahun 2015.

Berdasarkan informasi lahan yang telah dibebaskan untuk TPU tersebut seluas 2,5 hektare (ha).

Harga lahan yang telah dibayarkan kepada ahli waris sebesar Rp700 ribu per meter, sementara harga yang diusulkan dalam APBD untuk pembebasan lahan tersebut adalah Rp800 ribu per meter.

Dalam pembebasan lahan TPU tersebut terdapat selisih dengan yang diterima oleh ahli waris sebagai pemilik lahan yang disinyalir ada indikasi penggelembungan antara harga pembebasan lahan dengan harga yang diusulkan dan dibayarkan kepada pemilik lahan.

Anggaran pembebasan lahan untuk TPU Sudiang dikucurkan melalui UPTD Pemakaman yang dibawahi oleh Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar.

Selain itu, ahli waris yang telah menerima pembayaran pembebasan lahan untuk TPU tersebut diketahui tidak memiliki hak. Sebab lahan tersebut adalah lahan fasilitas umum yang semestinya adalah milik pemerintah, namun diterbitkan sertifikat hak milik.

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016