Palu, Sulawesi Tengah (ANTARA News) - Warga Palu, Sulawesi Tengah, dalam sepekan ini banyak memburu kacamata khusus untuk menyaksikan gerhama Matahari total (GMT) yang diperdagangkan di sana. 

Haryono, salah seorang penjual "kacamata GMT" di pusat pertokoan Gajah Mada, Senin, membenarkan pembeli kacamata itu cukup banyak, dengan harga sekitar Rp30.000/kacamata. Masih ditambah kaos-kaos kenang-kenangan GMT 2016 ini. 

Kacamata untuk menyaksikan detik-detik GMT itu tidak boleh sembarangan. Yang sangat berbahaya adalah saat piringan Bulan pelan-pelan meninggalkan piringan Matahari dengan intensitas cahayanya yang mencapai miliaran kandela. 

Retina mata manusia terlanjur terbiasa dan menyesuaikan diri pada kondisi gelap total selama beberapa menit. Menjelang GMT berakhir alias piringan Bulan meninggalkan piringan Matahari, cahaya sangat terang tiba-tiba menerpa mata. Bisa buta jika hanya memakai kacamata hitam biasa.

Saat tiba-tiba sinar Matahari bersinar lagi itulah saat paling berbahaya bagi mata manusia. Jika sekedar memakai kacamata hitam biasa, manusia yang bersangkutan bisa buta. 

Salah satu material "lensa" kacamata untuk menyaksikan GMT itu adalah filter ND5, yang bisa mengurangi intensitas cahaya Matahari hingga 1/100.000 kali. Bisa juga diganti dengan material dengan kualifikasi setara. 

GMT pada 9 Maret 2016 dapat di saksikan langsung di sejumlah titik di Palu dan Kabupaten Sigi, di antaranya di lokasi Anjungan Nusantara, TVRI Sulten.

Juga di Ngatabaru, Desa Wayu (Pegunungan Mantantimali), lokasi olahraga paralayang, Desa Tulo, Kecamatan Dolo dan Pakuli, Kecamatan Gumbasa.

Dalam beberapa hari ini,turis-turis dari berbagai negara banyak berdatangan ke Palu untuk menyaksikan langsung GMT. 

Pewarta: Anas Masa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016