Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menarik produk infus yang diproduksi oleh PT Otsuka yang dibuat tidak sesuai standar farmakope Indonesia. Permintaan untuk melakukan pemeriksaan dan menarik produk infus tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat Komisi IX dengan BPOM, di Jakarta, Senin, oleh Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning dan beberapa anggota komisi, termasuk Soni Soemarsono (PDIP), Ardi Muhammad dan M Fauzi dari Partai Bintang Pelopor Demokrasi, Mariani Akib Baramuli (Golkar), Charles J. Mesang (Golkar), dan Nurul Falah Eddy Pariang (PAN). Para anggota Komisi IX itu menilai produk infus dari perusahaan yang sudah beriperasi di Indonesia sejak 1975 tersebut tidak dibuat dengan standar proses farmakope Indonesia, sehingga dikhawatirkan membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup pasien. Menanggapi permintaan tersebut, Kepala BPOM, Husniahz Rubiana Thamrin Akib, mengemukakan bahwa pihaknya telah menyampaikan surat peringatan kepada perusahaan tersebut terkait proses farmakope yang tidak sesuai standar. Ia mengatakan, pada Januari 2006 BPOM sudah meminta perusahaan yang bersangkutan untuk menghentikan produksinya sementara, dan menyesuaikan prosedur produksi infusnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BPOM, kata dia, juga memberi tenggat delapan bulan kepada perusahaan itu untuk melakukan aksi korektif dan preventif terhadap proses produksinya serta selanjutnya memberi tenggat waktu tiga bulan guna melakukan validasi proses produksi mereka untuk membuktikan bahwa proses tersebut setara dengan proses baku yang ditentukan. "Tetapi, kita tidak bisa menarik produk mereka dari pasaran, karena kita tidak punya alasan untuk itu. Kita melakukan pemeriksaan terhadap produk infus yang dipasarkan, dan ternyata kualifikasi produknya sesuai dengan ketentuan," katanya. Ia mengemukakan, bila penarikan dilakukan terhadap produk yang menurut ketentuan telah memenuhi standar kualifikasi, maka BPOM justru bisa dituntut oleh perusahaan yang bersangkutan. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa perusahaan tersebut hanya bermasalah, karena tidak memproduksi infus dengan metode baru yang ditetapkan dalam panduan farmakope. Sementara itu, Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapeutik BPOM, Kustantinah, menjelaskan bahwa seharusnya produksi infus berupa ringer laktat, normasalin dan air injeksi dilakukan dengan metode over kill, yakni pemanasan pada suhu 121 derajat Celcius selama 15 menit untuk membunuh bakteri dan kuman dalam cairan. "Atau pada suhu di bawah 121 derajat Celcius dengan perpanjangan waktu, seperti 112 derajat Celcius selama 65 menit atau 116 derajat Celcius selama 30 hingga 40 menit," katanya. Sedangkan Otsuka, menurut dia, memproduksi infusnya dengan menggabungkan metode pamanasan uap dan bioburden, yakni melakukan pemanasan pada suhu 104 derajat Celcius. Proses tersebut, dinilainya, tidak sesuai dengan metode produksi infus standar, namun hasilnya dianggap setara dengan standar proses, karena produk infus yang dihasilkan memenuhi standar kualifikasi produk. Produk tersebut, kata dia, juga tidak membahayakan kesehatan atau keselamatan pasien, karena sampai saat ini belum ada laporan mengenai dampak buruk penggunaan infus tersebut terhadap pasien. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007