Pemikirannya harus lebih membangun, dari sekadar melindungi pasar domestik menjadi fokus meningkatkan daya saing,"
Jakarta (ANTARA News) - Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan revolusi mental dalam wujud perubahan pola pikir penting perlu diterapkan demi mencapai target pertumbuhan ekonomi.

Menurut Resident Representative IMF di Indonesia Ben Bingham, Indonesia memerlukan pola pikir baru yang lebih ekspansif, bukan lagi sekadar bertahan dari tantangan-tantangan pereknomian global.

"Pemikirannya harus lebih membangun, dari sekadar melindungi pasar domestik menjadi fokus meningkatkan daya saing," ujar Ben dalam diskusi di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Senin.

Dia melanjutkan, selain perubahan pola pikir dalam revolusi mental, pemerintah Indonesia juga memiliki tugas lain sesuai dengan program Nawa Cita, yang bisa diterapkan dalam kebijakan-kebijakan ekonomi.

Karena itu, IMF meminta pemerintah dapat meningkatkan standar hidup masyarakat dan meningkatkan kesempatan kerja.

Selain itu, untuk menggenjot daya saing, produktivitas juga mesti ditingkatkan.

IMF sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 4,9 persen pada tahun 2016. Angka ini lebih rendah daripada prediksi Bank Dunia yaitu 5,1 persen.

Selain itu, tingkat inflasi diperkirakan meningkat menjadi 4,5 persen dibandingkan tahun 2015 yang berada di kisaran 3,4 persen.

"Indonesia pada tahun ini akan menghadapi tantangan dari luar dan dalam negeri," kata Ben.

Dari dalam negeri, hal yang perlu diwaspadai adalah perkembangan yang lambat dari kebijakan-kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan dan tantangan lain akibat peningkatan fiskal.

Sementara dari luar negeri, pemerintah diminta mewaspadai kondisi keuangan global yang volatile, penurunan harga komoditas dan pelemahan ekonomi Tiongkok.

Pelamahan ekonomi Tiongkok memang menjadi perhatian serius karena Indonesia memiliki kerja sama ekonomi yang cukup besar dengan Negeri Tirai Bambu itu.

Sebagai gambaran, menurut Ekonom yang juga anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti dalam sebuah kesempatan, peningkatan satu persen PDB Tiongkok menumbuhkan PDB Indonesia sebesar 0,34 persen.

Ini bahkan lebih kecil dari Amerika Serikat yang, dalam persentase sama, hanya berdampak 0,13 persen untuk PDB Indonesia.

Adapun pada tahun 2015, Tiongkok mencatat pertumbuhan sebesar 6,9 persen, dan itu merupakan nilai terendah selama 25 tahun terakhir, yang berkutat di "double digit".

Pada 2016, Tiongkok menargetkan tingkat pertumbuhan ekonomi 6,5 persen--tujuh persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan sedikitnya 6,5 persen hingga tahun 2020. *

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016