Jakarta (ANTARA News) - Joki 3-in-1 yang turut membawa anak saat bekerja membantah telah mengeksploitasi anak mereka.

"Tidak ada yang mau jadi seperti ini. Tapi saya lakukan ini juga demi anak," kata Rina, saat ditemui ANTARA News, Rabu.

Perempuan yang mengenakan jilbab itu selalu membawa putrinya yang berusia empat tahun saat menawarkan jasanya sebagai joki.

Ia membantah keras menggunakan obat penenang untuk anaknya agar tidak rewel seperti sejumlah pemberitaan yang beredar.

"Itu enggak mungkin, mana ada orang tua tega begitu sama anak. Kalau ada yang seperti itu, kelakuannya sudah tidak manusiawi," ujarnya.

Begitu pun dengan Irma yang turut serta membawa anaknya yang masih berusia sepuluh bulan.

"Saya tidak ada pilihan, kami hanya berdua. Saya sudah pisah dengan suami yang tidak kasih kami nafkah," jelas Irma yang baru empat bulan menjadi joki itu.

Irma mengaku kalau anaknya kerap rewel jika berada terlalu lama di dalam mobil.

"Dia suka tidak betah tapi ya ditenangkan saja, yang punya mobil juga mengerti," ujarnya.

Menurut joki lainnya, Widya, penghasilannya lebih besar jika membawa anaknya yang masih berusia tiga tahun.

"Saya biasa dapat uang sekitar Rp40.000 sampai Rp60.000, tapi kalau bawa anak saya bisa dapat lebih besar antara Rp80.000 sampai Rp100.000," kata Widya.

Namun, saat ditemui ANTARA News, ia mengaku tidak membawa anaknya karena takut dirazia sejak semakin maraknya pemberitaan penghapusan sistem 3-in-1.

"Anak saya juga sudah bisa bilang tadi enggak mau ikut saya karena takut ditangkap," ujarnya.

Ia pun membantah memberikan anaknya obat tidur saat bekerja.

"Masa saya tega," kata Widya yang suaminya juga berprofesi sebagai joki 3-in-1 itu.

Turun temurun

Berdasarkan wawancara ANTARA News kepada sejumlah joki di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, pekerjaan joki yang mereka jalani merupakan turun temurun dari orang tuanya.

Salah satunya Bilal (15) yang menjadi joki karena mengikuti jejak ibunya. Ia mulai menjadi joki sejak usia delapan tahun sampai saat ini.

"Awalnya ikut ibu saya, sekarang ibu saya sudah berhenti jadi joki, tapi dagang," kata pria asal Pasar Minggu itu.

Begitu pun dengan Angga yang meneruskan pekerjaan orang tuanya sebagai joki. Ia bahkan bertemu dengan istrinya yang juga berprofesi sebagai joki.

"Saya mulai jadi joki sejak usia sembilan tahun ikut orang tua," ujarnya.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016