Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Tito Karnavian menilai kelompok bersenjata ISIS lebih berbahaya dibanding kelompok Al Qaeda.

"Mereka (ISIS) memiliki teritorial sehingga punya sistem dan network," kata Tito saat memberikan pemaparan pada Diskusi Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Imam Masjid dan Dai Muda se-Jawa Tengah di Solo, Kamis, sebagaimana dikutip dalam siaran pers.

ISIS memiliki daerah untuk menerapkan dan membangun network itu seakan ISIS adalah Daulah Islamiyah yang ditunggu-tunggu sehingga banyak orang yang berangkat ke sana.

"Dari Eropa, Afrika, Australia, Asia, bahkan dari Indonesia sudah lebih 500 orang berangkat ke sana," kata Tito.

Selain itu, ISIS juga meniru konsep perang Nabi Muhammad SAW seperti hijrah yang mereka lakukan dari berbagai negara ke Suriah. Jika Nabi Muhammad menjadikan Madinah sebagai Qoidah Aminah (basis yang aman) maka ISIS menggunakan Suriah sebagai Qoidah Aminah.

"Mereka juga menerjemahkan cara-cara Nabi itu dengan kondisi saat ini," kata Tito.

Lebih berbahaya lagi, ISIS menggunakan doktrin takfiri dengan konsep tauhid. Artinya, bagi orang yang tidak menggunakan konsep mereka, dianggap boleh dihancurkan atau dibunuh.

"Kita dapat tumpahannya. Ingat tahun 2012 masjid di Cirebon meledak oleh bom bunuh diri saat Salat Jumat. Kalau Jamaah Islamiyah tidak melakukan itu, tapi bagi ISIS bisa melakukan itu kepada orang-orang yang tidak mau ikut mereka," jelas Tito.

Menurut dia, BNPT harus bekerja keras untuk membendung masuknya paham ISIS ke Indonesia. Apalagi ISIS telah menggunakan network atau jaringan untuk melancarkan aksi dan merusak ideologi bangsa.

Munculnya internet, membuat ideologi ISIS semakin keras dan memunculkan adanya self radicalization atau menjadi radikal tanpa guru. Juga munculnya fenomena lone wolf yaitu berani melakukan serangan sendirian, seperti seekor serigala.

"Dalam konteks ini, ideologi bisa kalah hanya dengan ideologi itu sendiri. Ideologi tidak bisa kalah dengan kekerasan. Itulah yang menjadi dasar BNPT dalam menjalankan pencegahan di Indonesia, termasuk menggandeng imam masjid dan dai muda untuk memenangkan perang ideologi dan agama," katanya.

Di tempat yang sama, anggota Dewan Pertimbangan Presiden KH Hasyim Muzadi mengungkapkan, saat ini di Suriah ada ratusan ribu pengungsi dan 257 korban tewas akibat ISIS.

"Mungkinkah keadaan seperti Suriah akan terjadi di Indonesia? Embrionya sudah ada, sekalipun belum eksklusif, Indonesia harus ada kewaspadaan nasional secara total dari ancaman ISIS. Alhamdulillah sekarang ada BNPT," kata Hasyim.

Namun, lanjut mantan Ketua Umum PBNU ini, pencegahan terorisme tidak cukup dilakukan BNPT, Polri, atau TNI. Itu karena basis ideologi tidak bisa diserahkan ke polisi atau militer, sehingga harus diserahkan kepada orang yang memiliki pengetahuan lebih dalam ideologi yaitu ulama, imam masjid, dan dai.

Menurutnya, ulama berperan penting dalam meluruskan ideologi takfiri yang merupakan embrio perpecahan umat Islam sekaligus menyadarkan umat Islam yang teracuni paham radikalisme dan dibawa ke ranah politik negara dan internasional. Kalau itu terjadi, Indonesia akan menjadi ring peperangan seperti Suriah.

"Lihat di Suriah, di sana ada Rusia, Amerika, China, Turki, Arab Saudi, Perancis, dan lain-lain. Apa mau kita seperti itu? Marilah kita bersatu dan bersinergi mencegah ISIS demi keutuhan NKRI," kata Hasyim.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016