Jakarta (ANTARA News) - Simposium nasional yang diadakan Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Senin, dengan tema "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" mendapat penolakan dari sekumpulan orang yang tergabung dalam Front Pancasila.

Front Pancasila menolak simposium nasional tersebut karena menurut mereka tema yang diusung tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Front Pancasila melakukan orasi dan penyampaian pendapat di Tugu Tani, atau sekitar 50 meter dari lokasi penyelenggaraan simposium di Hotel Aryaduta.

Salah satu orator dari Front Pancasila dalam orasinya mengatakan simposium yang sedang digelar berpotensi untuk membangkitkan kembali paham komunisme di Indonesia.

Front Pancasila juga meminta pemerintah tidak meminta maaf pada korban-korban pada 1965-1966.

Aksi penyampaian pendapat di Tugu Tani menyebabkan kemacetan pada arus lalu lintas ke arah Monumen Nasional dan sebaliknya.

Pihak kepolisian sempat menahan beberapa orang demonstran dari Front Pancasila karena menolak untuk mematuhi arahan pihak polisi untuk terus berjalan agar tidak menyebabkan kemacetan. Demonstran tersebut ditangkap dan ditahan oleh polisi di salah satu gerai makanan cepat saji yang berada di dekat lokasi.

Sementara kawanan demonstran lainnya dipaksa oleh polisi untuk segera melanjutkan aksi penyampaian pendapat ke arah Jalan Medan Merdeka Selatan.

Simposium nasional tersebut diadakan 18-19 April 2016 di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat. Pada pembukaan, acara tersebut dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamananan Luhut B Pandjaitan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, dan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Beberapa tokoh nasional juga hadir di simposium nasional tersebut, di antaranya mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif dan rohaniwan Katolik Franz Magnis-Suseno.

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016