Jakarta (ANTARA News) - Widjanarko Puspoyo, Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Dirut Bulog), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor fiktif sapi Australia pada 2001. "Pendapat dari penyidik yang menyatakan WP dapat dijadikan tersangka, kemudian dilayangkan surat panggilan pemeriksaan pertama Selasa (20/3) untuk diperiksa sebagai tersangka," kata Hendarman Supandji, Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, di Kejaksaan Agung, Rabu. Alasan penetapan Widjanarko sebagai tersangka, kata JAM Pidsus, adalah keterangan saksi-saksi sebagai alat bukti dan dokumen-dokumen yang diteliti sebagai barang bukti oleh penyidik. "Berdasarkan alat bukti yang berbicara, penyidik berpendapat berdasar alat bukti," kata pria yang juga menjabat Ketua Tim Tastipikor itu. Hendarman tidak mau membeberkan materi penyidikan kasus ketika ditanya mengenai indikasi aliran uang ke rekening tersangka, namun ia mengatakan keterangan saksi menunjukkan Dirut Bulog itu termasuk sebagai yang melakukan, turut serta melakukan serta yang menyuruh melakukan sebagaimana unsur penyertaan yang ada dalam kasus korupsi. Ditanya pers mengenai kemungkinan dilakukannya penahanan terhadap Widjanarko, seperti halnya lima pegawai Bulog pada Senin (12/3), Herdarman mengatakan bahwa pihaknya tidak terburu-buru. "Nanti dilihat hari Selasa bagaimana," katanya. Penetapan status tersangka bagi Widjanarko, menurut Hendarman, secara otomatis diikuti status cegah dan tangkal (cekal) ke luar negeri. "Segera, kalau tersangka otomatis," ujarnya. Sebelumnya, Widjanarko telah dua kali diperiksa sebagai saksi kasus korupsi Bulog masing-masing pada Kamis (1/3) dan Selasa (6/3). Kasus dugaan korupsi Rp11 miliar itu berawal pada pengadaan atau impor sapi dari Australia pada 2001 untuk pasokan Lebaran, Natal dan Tahun Baru yang dilakukan Bulog dengan PT Lintas Nusa Pratama (LNP) dan PT Surya Bumi Manunggal (SBM). PT LNP mendapat kontrak Rp5,7 miliar untuk pengadaan 1.200 sapi, sementara itu PT SBM mendapat kontrak Rp4,9 miliar untuk 1.000 sapi. Namun, pengadaan sapi itu tidak terwujud sebagaimana disebutkan dalam kontrak kerjasama, walaupun telah dilakukan pembayaran. Dalam kasus impor tersebut, dari rekanan Bulog yaitu Maulany Ghany Aziz (Direktur PT LNP) telah divonis 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 5 miliar. Sementara itu, Moeffreni dan Fahmi (Direktur dan karyawan PT SBM) divonis 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan, dan harus membayar uang pengganti Rp 3,3 miliar ditanggung renteng. Pada Senin (12/3) malam, penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menahan lima tersangka dari Bulog yang berperan sebagai Tim Monitoring pengadaan sapi pada 2001. Lima tersangka tersebut adalah Tito Pranolo (Direktur Pengembangan dan Teknologi Bulog, saat itu Ketua Tim Monitoring), Imanusafi (Kepala Divisi Transportasi dan Pergudangan Bulog), A. Nawawi dan Mika Rambe Kembena serta Richiyat Subandi (mantan pegawai Bulog) diperiksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan ditahan di Rutan Kejaksaan Agung, Jakarta, selama 20 hari sebagai penahanan oleh penyidik. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007